Asli,
ini kedua kalinya aku ngeliat buah Bligo. Pertama, pas ada acara expo UKM di
auditorium kampusku sebulan lalu yang salah satu stannya majang buah Bligo. Aku
masih inget, ya stannya Gizi cosmetics. Di stan itu emang lagi bagi2 produk
gratis, syaratnya pengunjung ngisi identitasnya di buku tamu yang disediakan
lalu dapet deh krim Gizi. Aku malah cuma lewat doang soalnya lagi buru-buru,
dengan tatapan tertakjub pada buah Bligo besar di meja. Aku cuma berhenti agak
lama di stan es jamur Ling Zhi, aneh kan? Jamur kok dibikin es. Ya, begitulah
dunia wirausaha. Out of the box
banget, aku sih ga heran. Udah terbiasa dengan ide-ide liar ga ketulungan
(ngakunya, hehe…)
Pengalaman
kedua aku ngeliat buah ini adalah pengalaman yang paling seru karena buah ini bisa
diapa-apain melalui berbagai versi. Tahu ga, dari kecil aku tuh sering denger
cerita seru ibu yang zaman dulu pernah juga masak buah Bligo itu. Akhirnya baru
kali ini aku mengolahnya, Alhamdulillaah. Hampir kesampaian juga makan buah
Bligo (tatapan bling-bling, berbinar-binar…plis deh).
Kisahnya berawal dari Paklik Warto
yang ngebawain tuh buah ke rumahku karena beliau punya pohonnya (ya iyalah).
Langsung aja tuh buah kufoto-foto sebentar. Proses selanjutnya, buah Bligo mengalami
tahap pengupasan, Lik Warto yang ngupasin. Sambil tertakjub-takjub karena baru
pertama membelah-belah buah ini, kumakan sepotong kecil. Enak, adem berair
kayak timun cuma lebih padat dan renyah. Ada aroma khas yang enak diindra
penciuman juga, kalau aku bilang buah ini wangi. Ajiip dah… Aku suka wangi buah
Bligo :D
Buah Bligo yang kuamati warna kulit
luarnya hijau dan agak berbintik-bintik putih. Kalau sudah tua warnanya berubah
kuning. Seperti pada labu-labu lainnya. Hanya istimewanya, buah ini sudah
‘meracuni’ otak kanak2ku melalui cerita ibu yang seru abis. Betapa enak dan tak
terlupakannya buah itu buat ibuku. Wujudnya kayak gini nih, si buah Bligo itu.
Simak ya…
Ini dia buahnya, dilihat dari
berbagai versi. Yang ini versi berdiri, hehe..
Kalau
ini versi rebah, versi kedua dalam kuriositasku yang menggila. Halah…
Ini
versi separo, pasca kupas. Lihat deh, biji-bijinya yang masih muda. Ini lagi
enak-enaknya disayur kata Pak Likku, kalau sudah tua daging buah jadi keras
yang akhirnya dibuang buat pakan ikan di kolam.
Nhah,
ini dia versi terakhir dari sekuel buah Bligo. Hehe…
Versi
tumis Bligo, sedap deh. Dengan aroma khasnya yang masih berasa di lidah.
Yummy,
mau coba?
Kenangan di Adipasir yang damai pada 19 Maret
2012
Di satu siang
pasca ambil KTP baru di kantor kecamatan Rakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar