Minggu, 18 Maret 2012

Balada Pucuk-pucuk Pace dan Kebun

Bunga-bunga pace nan eksotis

 
Lengkap dengan gerombolan semut dan kutu-kutu yang doyan pucuk
‘Si mungil’ yang menyembul dan ‘si kakak’ yang malu2 bersembunyi di antara rimbunnya daun, menunduk, dan enggan mengkhianati gaya gravitasi yang geotropis.
Pohon Pace dilihat dari bawah, cara melihatnya dengan menatapnya lurus2 ke atas (kira2 180o) dari posisi kita berdiri di bawah pohonnya langsung. Ini karena sebagian ranting pada batang pohonnya condong ke arah timur.



Aku merasa tergelitik untuk menuliskan lebih banyak tentang tanaman pace dan kebun. Karena memamg yang sering kulihat ketika ke kebun ya selalu tanaman ini. Tanaman yang beranak-pinak dimana saja, bijinya benar2 tersebar dimana mana-mana-mana (hadeuh…). Inilah ceritaku kali ini, cerita yang kutulis sambil mengusir galau yang menikam jiwa. Memang ada yang sedang kutanggung hari-hari terakhir ini, berharap semuanya tertanggungkan. Aamiin…

Tanaman pace ini bertetangga dengan tanaman pisang, kelapa, temu lawak, melinjo, pisang, angkrik, kopi Jawa, kapuk randu, saga, dan lain-lain di kebun samping rumah. Hmmm, kenanekaragaman hayati yang membingungkan karena semuanya ada di satu tempat. Mungkin kebun Mbahku ini bisa jadi miniatur hutan heterogen kali ya… Ga tau deh, menurut ahli tumbuhan apakah diantara tanaman2 itu terjadi persaingan ketat dalam hal ‘mencari makan’ atau ga? Kula mboten mangertos, mboten mudheng babagan ilmu wit-witan, hehe :D

Tapi yang jelas, asyik banget mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun Mbah Salim. Kok bisa banyak banget tanamannya ya?? Maksudnya jenisnya beraneka ria. Kayak semua tanaman reuni mau ngumpul di kebun samping rumah (lebay tenan…). Sampai umbi-umbian pun ada: ubi ungu, ubi putih, ubi jalar, suweg, angkrik, gadung, dan tentu saja ketela pohon. Mereka datang dari mana ya? (pertanyaan aneh). It’s amazing me!
Oiya aku ingat, dulu sebelum pohon petai yang persis tumbuh di sebelah barat rumah kena penyakit. Hampir setiap hari sepasang burung sejenis burung pelatuk mematuki batang pohon petai itu. Aku sering berlama-lama memandangnya di balik jendela lebar kamarku. Kalau aku nekat mendekat, pastilah aku mengganggu keasyikan mereka. Jadi aku hanya bisa mengamati dari jauh. Tapi akhir2 ini burung pelatuk itu udah ga pernah keliatan lagi, mungkin pindah ke pohon lain yang entah dimana. Cuma kadang-kadang ada burung sejenis Kolibri pemakan madu berparuh panjang dan bertubuh kecil yang hinggap untuk menghisap sari bunga pisang.

Sekarang tetap saja setiap hari ‘dunia kebun’ riuh-rendah dengan banyak bunyi karena kebunnya emang banyak pohon. Ada suara ayam2 kampung piaraan Mbah dan ayam tetangga, gerombolan burung prenjak, kadang2 burung ekor kipas, dan entah burung apa lagi. Satu hal yang sudah punah dari pohon kelapa yang sampai sekarang tidak pernah kulihat lagi : tupai. Ya, mereka sudah punah dari pohon kelapa (‘rumahnya’) karena sering diburu orang-orang menggunakan bedil. Padahal para tupai itu makan kelapa ga seberapa, paling cuma batok kelapa berbolong-bolong ga sampai puluhan butir. Entahlah, nafsu manusia emang susah dimengerti. Mungkin juga si pemburu emang punya naluri pembunuh. Hhhh. Berujung pada hilangnya keriuhan suara sahut-sahutan tupai di kebun yang dulu pernah ada . Satu keadaan yang bernama kepunahan, walaupun hanya terjadi di kebun. Tetap saja perbuatan terkutuk itu bernama PEMBUNUHAN.

Aku malah jadi punya kesimpulan tentang muasal berjenis-jenisnya tanaman yang terasa agak ‘ganjil’ di kebun Mbah Salim. Jawaban yang pertama: burung. Ya, seiring jejak kelana burung-burung yang mengalun bersama dzikir dan kelepak sepasang sayap mungilnya (whaduh, malah nyastra…). Kuat diduga (maaf ga pake uji hipotesis alias sotoy, hehe) merekalah ‘oknum’ penyebar biji-bijian yang entah dikonsumsi entah di belahan bumi mana yang kemudian membuang residu biji yang tidak tercerna itu di seantero bumi mana saja termasuk kebun Mbah Salim. Nah! Kemudian yang kedua, biji2 jatuh di bawah pohonnya. Ketiga, memang sengaja tanaman tertentu yang bernilai ekonomi tinggi ditanam di kebun.

Menjumpai makhluk2 mungil seperti mereka (baca: burung2) terhampar hikmah luar biasa yang mengokohkan imanku melalui sebentuk makna ketawakalan dan totalitas usaha. Meski tanpa ilmu yang memadai, meski kecil, meski tidak punya apa-apa, tapi tetap berprasangka baik kepada Alloh bahwa apapun yang Dia ciptakan tidak ada yang terlantar asal kita mau berusaha mengusahakan yang terbaik selagi bisa. Menghunjamkan keyakinan akan Yang Maha Memberi Rezeki yang tidak akan pernah menyia-nyiakan satu makhluk pun tanpa kebagian rezeki-Nya.
Wallohu a’lam bish showab.

NB : banyak banget pohon dan  tanaman lain yang ada di kebun yang ga bisa disebutkan di sekelumit cerita ini, hehe ^_^
- thank's for my hand phone SE K320i which help me take the picture above.-




Adipasir yang mendung, 18 Maret 2012
“Merenungi jejak-jejak masa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar