Jumat, 08 Februari 2019

Hilangnya Kemewahan Privasi


Tahun 2017 POLRI menangani tindak kejahatan siber sebanyak 5.061 kasus di medsos yang  tak cuma sekali terjadi.

Saat sedang asyik melihat beranda Facebook, perhatian Anda terhenti padas sebuah kiriman teman yang berisi kuis lucu-lucuan, “Siapakah artis yang mirip wajahmu?” karena teman Anda berhasil mirip dengan Chelsea Islan, maka Anda pun jadi penasaran dan mengikuti kuis tersebut. Kira-kira mirip dengan Nagita Slavina atau Nissa Sabyan, ya?

Begitu mengklik tautannya, Anda diharuskan menyinkronkan akun Facebook dengan aplikasi kuis tersebut. Alasannya nih, untuk keperluan menganalisis foto. Akan tetapi, tahukah Anda, ketika hal tersebut dilakukan, maka dengan segera seluruh data pribadi di akun Facebook Anda bisa diketahui dan diambil oleh orang-orang yang berada di belakang layar aplikasi kuis tersebut? Mereka dengan leluasa akan mengambil nama, foto, gender, dan biodata lain yang Anda cantumkan di akun Anda.

“Sebaiknya kita tidak masuk ke aplikasi pihak ketiga tersebut. Karena data-data yang kita berikan ke medsos juga akan diambil oleh aplikasi tersebut. Belum lagi kalau ada aplikasi pihak ketiga yang mengandung malware*, ini sebaiknya dihindari,” kata Pratama Persadha, Chairman lembaga riset keamanan siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC).

Memang banyak yang belum mengetahui keberadaan kejahatan siber seperti ini. Alasannya, sih cukup jelas, kesadaran akan keamanan para pengguna medsos ini, khususnya di Indonesia, masih terbilang rendah. Hal tersebut menyebabkan banyak orang yang masih memasang data pribadi di medsos dan menyinkronkan medsos dengan berbagai aplikasi. Padahal, dari dari data yang dirilis Facebook pada Juli 2017 lalu, diketahui jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapa 155 juta user, Indonesia pun menduduki peringkat ke-4 di dunia dengan pengguna Facebook paling aktif.

Beberapa kali kasus penculikan bahkan pemerkosaan di Indonesia terjadi karena perkenalan dengan orang asing di Facebook. Para pelaku dengan mudahnya mendapatkan data, informasi, lokasi, dan kegiatan sehari-hari korban dari akun Facebooknya. Hal-hal seperti ini jelas mempermudah orang-orang untuk melakukan profiling yang dilanjutkan dengan tindak kejahatan.
Selain itu, orang juga bisa dengan mudahnya mengakses data seseorang dari medsos, banyak akun-akun palsu yang mengatasnamakan seseorang. Lengkap dengan foto dan postingan sehari-hari. Tujuannya jelas, melakukan penipuan.

“Data dari Polri sendiri (memperlihatkan) penanganan tindak kejahatan siber sebanyak 5.061 kasus selama 2017, sedangkan pada 2016 mencaoai 4.931 kasus,” kata Pratama.
Privasi memang menjadi sebuah masalah tersendiri di era serba digital seperti sekarang ini. Dengan keberadaan media sosial, semua orang seperti berlomba-lomba  dalam memamerkan kegiatan atau apa saja yang mereka punya.

Pratama Persadha (chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC) mengatakan, pada Juni 2017, CISSReC melakukan penelitian kepada 400 responden di sembilan kota besar di Indonesia. Hampir semua responden mengunggah foto di media sosial mereka dan sebanyak 62% mengaku di media sosial mereka mengunggah foto pribadi dan keluarga. Tentu ini sangat berbahaya bila mereka tidak membatasi sejauh mana pertemanan di media sosial dengan orang asing.

“Ini pentingnya edukasi masyarakat. Masyarakat kita dihadapkan pada contoh banyaknya selebritas yang memposting foto dan video anaknya. Bayangkan orang yang tidak kita kenal punya niat jahat menculik anggota keluarga kita, salah satu pintu masuknya adalah foto yang kita upload di media sosial,” tandas Pratama.

Tanpa mereka sadari, memamerkan foto anak di medsos juga sebenarnya melanggar privasi anak. Walaupun orang tua selalu merasa memiliki hak atas anaknya, segala tindakan yang dilakukan oleh orang tua akan dipertanyakan oleh anak ketika mereka dewasa kelak. Belum tentu si anak mau atau bahkan bisa jadi malu bila foto masa kecilnya yang hanya memakai singlet dipamerkan di medsos.

Media sosial menciptakan pola komunikasi yang cepat. Ada efek positif dimana orang mulai bisa mendapatkan benefit secara ekonomi atau menjadi terkenal. Namun tidak bisa semuanya kita bagikan di medsos. Ada batasan yang harus disadari.

Sebenarnya tidak ada larangan apa saja yang harus dibagikan di medsos. Akan tetapi media sosial memiliki berbagai kebijakan tersendiri. Salah satunya adalah ketika seseorang mengunggah foto. Maka foto tersebut bebas digunakan oleh pihak lain. Banyak yang tidak mengetahui hal ini karena dari hasil riset yang dilakukan oleh CISSReC, 85% responden tidak mengetahui tentang regulasi yang mengatur perlindungan data pribadi.
“Di sana pentingnya edukasi. Apalagi jika posting foto anak. Perlu dibarengi dengan kewaspadaan. Memang tidak ada yang melarang mem-posting foto anak, masalahnya adalah apakah orang tua sudah siap dengan konsekuensinya?”

Konsekuensi yang terjadi, menurut Pratama, bisa berupa foto diambil untuk lalu disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Seperti kasus di tahun 2017 beberapa foto anak selebritas digunakan oleh akun penjual bayi. Belum lagi ancaman para penculik anak dan sebagainya.
“Perlu disadari ada hal-hal yang harus dilakukan sebelum memposting foto anggota keluarga maupun foto pribadi. Misalnya, apakah media sosial kita sudah diatur privasinya? Karena setiap medsos punya setting untuk membuat akun menjadi privat, yang artinya tidak semua orang bisa melihat.”
Masih mau pamer foto si kecil di medsos?

(*) Malicious Software adalah suatu program yang dirancang dengan tujuan untuk merusak dengan menyusup ke sistem komputer.

Sumber: Tabloid NOVA 1561/XXX 22- 28 Januari 2016


Rabu, 17 Januari 2018

SOMPLAK!

Ya, Allah aku benar2 tersinggung dengan kata2 di status wa nya. Katanya "tuyule teka nggawa bala kurawane" & itu di postingan pict yang ada gambar 2 anakku: syasa & sultan. SADIS YA!

Padahal keluarganya agamis lohhh! Ortunya aja udah ke Mekkah. Pertanyaanku adalah otaknya itu dikemanain?

Selasa, 28 November 2017

Mengkritik Kesalahan Anak, Bagaimana Caranya?

Setiap anak seharusnya merasakan bahwa dirinya adalah pribadi yang penting. Dan satu-satunya cara terbaik yang ditempuh orang tua untuk menanamkan perasaan itu dalam diri anak adalah dengan memperlakukannya dengan baik, selalu menerima kondisinya, apapun itu, serta mencintainya sepenuh hati dalam bentuk “tutup mata” atas kekeliruan si anak. Sikap “tutup mata” ini bukan berarti orang tua membiarkan kekeliruan anak begitu saja. Semua sikap ti boleh ditunjukkan dengan berkata, “Ayah/Ibu menyayangimu, tapi tindakanmu itu sama sekali tidak menyenangkan bagi Ayah/Ibu.”

Contohnya jika anak Anda tidak mampu mencapai prestasi yang luar biasa di sekolahnya, janganlah Anda memarahinya, tetapikatakanlah kepadanya: “Tenanglah, Nak. Masih ada kesempatan lain untuk meningkatkan prestasimu. Yang kau perlukan sekarang hanyalah kesungguhan. Ayah/Ibu percaya Engkau pasti dapat mencapai prestasi yang lebih baik lagi nanti.”

Demikianlah pula seyogianya ucapan Anda ketika anak Anda melakukan kesalahan. Berbicaralah kepadanya sebagai seorang sahabat yang penuh cinta dan kasih sayang.
Misi terpenting yang hendak ditransfer orang tua dan pendidik kepada anak adalah “cinta tanpa syarat”, yaitu cinta yang mengejawantah dalam sikap mau menerima segala kelebihan dan kekurangan anak.

Ketika kita mencintai seseorang maka hal itu tidak otomatis membuat kita menyukai perbuatan dan tingkah polahnya. Itulah sebabnya kita harus berusaha memisahkan antara perbuatan dan pelakunya, sebagaimana halnya kita juga harus mampu memisahkan antara ucapan dan pengucapnya.
Jadi, ketika anak Anda melakukan sebuah perbuatan buruk, adalah wajar jika Anda tidak suka dengan terhadap perbuatan tersebut. Hal seperti itu sangat mungkin disikapi tanpa amarah dan tetap tenang, kendati itu bukanlah perkara mudah, sehingga membutuhkan latihan dan kesabaran.

    Berusaha selalu memisahkan antara perbuatan dan pelakunya...

Janganlah Anda berkata kepada anak Anda: ”Mengapa engkau sebodoh itu?!”
Tapi katakanlah kepadanya: ”Nak, sebaiknya engkau belajar lebih sungguh-sungguh mulai sekarang.”
Bahkan Allah berfirman kepada Rasulullah berkenaan dengan keluarga beliau: Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian lakukan.” (QS. Asy Syu’ara’: 216)

Allah menyatakan agar Rasulullah berkata “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap kalian”, demi menjaga hak hubungan kekerabatan dan hubungan darah. Abu Darda’ Radhiyallahu Anhu pun bertanya kepada Rasulullah SAW, “Mengapa Engkau tidak marah terhadap saudaramu yang telah melakukan (kesalahan) itu?” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya yang kumurkai adalah perbuatannya, sebab ia adalah saudaraku. Persaudaraan karena agama jauh lebih kuat dibandingkan persaudaraan karena hubungan kekerabatan.”

Tidak dapat dipungkiri, ada orang tua yang menganggap lumrah tindakan mengancam anak sambil membawa-bawa urusan cinta dan kasih sayang. Misalnya, sang ayah/ibu berkata, “Jadilah anak yang sopan; kalau tidak, ayah/ibu tidak akan menyayangimu lagi.” Atau denganberkata, “Ayah/Ibu sama sekali tidak menyukai anak yang tidak menuruti perintah Ayah/Ibu.”

Alih-alih diperbolehkan, ancaman semacam itu harus dihilangkan dari kamus orang tua. Sebab, semestinya anak mengerti bahwa ayah/ibunya akan selalu mencintainya dalam keadaan apapun juga. Di samping itu, anak juga semestinya menyadari bahwa orang tuanya pasti merasa bangga jika dia berhasil menduduki peringkat pertama di sekolah. Tetapi, di atas itu semua, cinta orang tua kepada anaknya tidak boleh hilang sedikit pun kendati si anak – misalnya tidak dapat tertib.

Bahkan ketika orang tua mengkritik perilaku anaknya, ia harus membatasi kritikannya itu hanya pada masalah perilaku si anak, dengan tujuan menghilangkan perilaku negatifnya.
Mari kita ambil contoh...
Seorang bocah bernama Romy yang berusia 10 tahun, tanpa sengaja menumpahkan segelas susu di atas meja makan ketika sarapan sedang berlangsung.
Ibunya berkata sengit, “Eh, engkau bukan anak kecil lagi yang tidak bisa memegang gelas! Berapa kali sudah Ibu bilang agar engkau berhati-hati!
Dan ayahnya menimpali, “Anak ini memang tolol! Ia selalu saja berbuat seperti ini; sampai kapan pun ia akan tetap seperti ini!”

Renungkanlah, kawanku, si bocah yang bernama Romy itu telah menumpahkan segelas susu yang harganya sebenarnya nyaris tidak berarti. Akan tetapi, semua caci-maki dan penghinaan yang harus didengarnya berakibat begitu berat dan bisa menghilangkan kepercayaannya pada orang tua.
Nasihat saya berkenaan masalah seperti ini adalah:
Ketika sebuah kesalahan terjadi, ketahuilah bahwa saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk menuding kualitas pribadi si pelaku kesalahan. Yang lebih baik untuk dilakukan pada saat kejadian adalah membereskan masalah yang muncul, bukan “membereskan” si pelaku.
Jadi, tindakan yang benar dalam kasus Romy tadi adalah sebagai berikut:
Sang ibu seharusnya berkata, “Susu itu sudah tumpah ke atas meja. Tak apalah, nak. Ini Ibu ambilkan lap. Ayo kita bersihkan meja makan ini.”
Romy lalu membersihkan meja makan, dibantu ibunya. Itulah yang seharusnya dilakukan orang tua. Tak ada secuil pun kata-kata menyakitkan yang terlontar ke arah si anak.
 
Demikianlah seharusnya sebuah kritik hanya mengarah kepada perilaku anak, bukan terhadap pribadinya. Tindakan ini perlu dilakukan karena akan membuat anak berani berusaha mengubah perilakunya yang keliru sekaligus menjaga kepribadian dan harga dirinya.
 
Sebuah contoh lain...
Ketika tengah menghadapi seorang murid yang tidak megerjakan PR, seorang guru berkata, “Sepanjang pengetahuan saya, selama ini engkau tidak pernah melalaikan pekerjaan rumahmu, Rasyid.”
Dengan berkata seperti itu, sebenarnya sang guru telah membantusi Rasyid untuk tetap percaya diri. Karena, dengan ucapan itu sang guru telah berhasil menunjukkan kesalahan yang dilakukan Rasyid tanpa melukai harga diri dan kepribadian muridnya itu.
Coba sekarang bayangkan betapa tidak perlunya kita menggunakan kata-kata menyakitkan seperti: “Eh, Rasyid! Engkau memang anak yang tidak berguna! Dan, engkau pasti tidak akan pernah jadi orang berguna sampai kapan pun juga!”

Sebenarnya, apalah susahnya jika kita mengangkat moral dan semangat anak kita serta membangkitkan tekadnya agar ia mampu memikul tanggung jawab atas perbuatannya? Apalah susahnya jika kita berkata kepada anak kita: “Ayah/Ibu benar-benar yakin engkau pasti mampu menjaga kebersihan pakaianmu asalkan engkau memang mau bersungguh-sungguh memperhatikan kebersihan.”?
Apalah susahnya jika kita mencoba menanamkan dalam diri anak-anak kita kemampuan melakukan tugas mereka sambil berusaha menyingkirkan kebiasaan mengandalkan orang lain dari kehidupan mereka. Seiring dengan itu, yang penting pula untuk kita lakukan adalah berupaya menumbuhkan potensi anak serta membantu mereka memperbaiki semua kesalahan mereka. Tujuan dari semua tindakan tersebut adalah agar anak dapat bertumbuh kembang, baik jiwanya maupun perilakunya.

Mari kita ambil sebuah contoh
Salah : “Maryam, engkau adalah nak pemalas!”
Benar: “Maryam, engkau sedikit bermasalah dengan semangatmu.”
Salah: “Engkau memang anak bodoh, Ahmad!”
Benar: “Ahmad, sebaiknya engkau lebih memperhatikan pelajaranmu dan berusaha memperbaiki prestasi belajarmu.”

Jika anak Anda memecahkan sesuatu di rumah, maka orang tua harus berusaha menjaga stabilitas emosinya agar tidak kehilangan kontrol atas dirinya, dan tetap menyayangi anaknya tanpa menunjukkan sikap buruk terhadap si anak. Jika orang tua telah berhasil melakukan semua itu maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah menasihati si anak dengan berkata, “Ayah/Ibu benar-benar yakin engkau dapat menjaga semua perabotan yang ada di dalam rumah ini dengan baik.”
Demikianlah seharusnya yang Anda lakukan, kawanku sesama pendidik, dalam menghadapi perilaku buruk anak.

Sebuah contoh lain...
Jika misalnya pada suatu ketika Anda meminta anak Anda membeli sesuatu, dan ternyata ia salah menghitung uang kembalian atau merusak barang yang ia beli, jangan sekali-kali Anda katakan kepadanya: “Duh, seandainya saja Ayah/Ibu tidak memintamu membeli barang itu!” Atau: “Betapa bodohnya Ayah/Ibu karena mempercayaimu membelikan barang itu.” Atau: “Dimana kau taruh otakmu?!” Atau berbagai kalimat buruk lainnya yang hanya berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anak Anda.
 
Demikian pula halnya jika Anda memerintahkan anak Anda untuk melakukan sesuatu di dapur, dan ternyata ia tidak dapat menyelesaikan perintah Anda itu dengan baik, seperti misalnya ia gagal memotong tomat dengan baik, tidak dapat menyiangi sayuran dengan sempurna, atau tidak dapat mencuci piring ssampai bersih; jangan sekali-kali Anda katakan kepadanya: “Sudahlah, pergi saja sana! Engkau ternyata masih kecil. Tampaknya pekerjaan ini lebih baik Ayah/Ibu kerjakan sendiri.”

Jangan lakukan hal seperti itu, tetapi jelaskanlah kepada anak Anda tentang kesalahannya dengan tenang, lalu mintalah anak Anda mengulangi tugasnya untuk memperbaikinya, jika memang hal itu memungkinkan. berilah pemahaman kepadanya bahwa setiap orang terkadang salah ketika mulai belajar melakukan sesuatu hal, sehingga kesalahan sama sekali bukan sebuah kelemahan ataupun kegagalan.

Jika Anda melihat anak melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai, atau sesuatu yang tidak bisa diterima, cobalah memberi pemahaman kepadanya bahwa aib yang kan menimpanya akibat hal itu bukan tertuju pada dirinya seorang manusia, tetapi tertuju kepada perilaku atau tindakannya yang kelirru.
Katakanlah kepadanya: “Engkau telah melakukan hal yang tidak baik.”
Jangan katakan: “Engkau memang anak yang tidak baik.”
Katakanlah kepadanya: “Perbuatanmu kepada adikmu itu benar-benar tidak manis.”
Jangan katakan: “Engkau memang anak yang nakal.”
Jangan pernah katakan kepada anak Anda ia adalah “sampah”, tetapi katakan kepadanya bahwa kesalahan yang dilakukannya itu bagaikan “meludah di atas lantai” atau “membuang sampah sembarangan”. Alasannya adalah karena perbuatan seperti itu dianggap buruk oleh semua orang. Jadi, sudah seharusnya kita menunjukkan keburukan sebuah perilaku atau tindakan dengan jelas dan benar. Jangan sampai anak Anda menduga-duga sendiri atas kesalahan yang dilakukannya, tetapi tidak jelas baginya.

Tetapi seiring dengan semua bentuk teguran atau kritik terhadap anak itu, Anda harus tetap melakukannya dengan penuh kelembutan. Bahkan, dulu setiap kali Rasulullah ingin menegur seseorang, beliau selalu menggunakan kalimat “Apakah sebenarnya yang diinginkan orang-orang yang mengangkat pandangan mereka sewaktu shalat itu?”
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Apa sebenarnya yang diinginkan orang-orang yang mengangkat pandangan mereka sewaktu shalat itu?”

Jadi, teguran terhadap kesalahan yang dilakukan anak harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Menutupi kesalahan anak dan tidak menyebarluaskannya kepada orang banyak adalah salah satu bentuk teguran terhadap si anak. Karena menutupi kesalahan adalah tindakan positif yang dimaksudkan sebagai bentuk perbaikan, koreksi, dengan menjaga kehormatan dan harga diri si anak.
Penghormatan terhadap eksistensi anak dan perlindungan terhadap harga dirinya akan membuatnya selalu berusaha membangun jembatan kepercayaan dan kasih sayang antara dirinya dan siapa saja yang mengkritik perbuatan dan perilakunya.

Setiap kalimat yang lembut dan sopan pasti memberi efek signifikan terhadap upaya melindungi harga diri seseorang, terlebih jika kritik atau teguran yang disampaikan tepat sasaran pada perilaku salah, bukan tertuju pada pribadi orang yang bersangkutan. Inilah yang amat penting untuk kita perhatikan dalam usaha memperbaiki perbuatan dan perilaku anak, yang akan membuat usaha kita berhasil.
Kritik atau teguran yang tertuju pada pribadi anak, bukan kepada perbuatannya, merupakan tindakan yang berbahaya. Karena, teguran seperti itu hanya membelenggu kreatifitas dan keunggulan mereka dalam berkarya. Bukan hanya itu, terkadang tindakan seperti itu dapat menghancurkan sendi-sendi budi pekerti dan nilai-nilai luhur mereka!

Mari kita ambil dua kalimat ini sebagai contoh...
“Ayah/Ibu sangat membencimu!”
“Ayah/Ibu tidak suka perbuatanmu itu!”
Manakah di antara kedua ucapan itu yang lebih baik?
Itulah metode yang dulu dipakai oleh para Nabi ketika menyampaikan dakwah kepada umat mereka masing-masing. Luth ‘Alaihissalam berkata, “Sesungguhnya aku sangat membenci perbuatan kalian.” (QS. Asy-Syu’ara : 168)

Lihatlah betapa kebencian Luth ‘Alaihissalam tertuju pada perbuatan kaumnya yang bejat, bukan kepada mereka sebagai manusia.
Itulah pula sebabnya ketika pada suatu saat seorang pemabuk dijatuhi hukuman oleh Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa salam dan beberapa orang menghujat si pemabuk itu dengan berkata, “semoga Allah mencelakaimu!”, Rasulullah langsung menukas, “Jangan berkata seperti itu. Jangan bantu setan dalam menyesatkannya.” (HR. Al Bukhari no.6777)

Demikianlah pula yang dilakukan para sahabat Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa salam ketika mereka menghadapi seseorang yang berbuat salah.
Pada suatu ketika lewatlah Adu Darda’ di dekat seorang pelaku kesalahan dan terdengar beberapa orang mencaci orang tersebut. Demi melihat kejadian itu, Abu Darda’ bertanya kepada orang-orang yang sedang menghujat orang tersebut, “Apakah jika kalian melihat orang ini sedang terperosok ke dalam lubang, kalian akan mengeluarkannya dari lubang itu?”
“Tentu saja,” jawab orang-orang tersebut.
“Kalau begitu,” lanjut Abu Darda’, “Jangan caci saudara kalian ini. Pujilah Allah yang telah mengampuni kalian!”
Orang-orang itu lalu bertanya kepada Abu Darda’, “Mengapa engkau tidak membenci orang ini?”
Abu Darda’ pun menjawab, “Yang kubenci adalah perbuatannya. Seandainya ia berhenti melakukan perbuatan itu, ia adalah saudaraku.”

Kawanku para ayah, para ibu, dan para pendidik sekalian...
Cintailah anak-anak Anda dengan cinta yang nyata; tunjukkan kesalahan mereka dengan lembut dan santun; bersabarlah dalam menghadapi kelakuan mereka; bersikaplah sesekali seakan-akan Anda mengabaikan kesalahan mereka; jadikanlah diri Anda sebagai teladan bagi mereka; tanamkan perilaku yang baik dalam jiwa mereka. Tetapi, gunakan cara dan metode yang tepat. Gunakan bahasa cinta dan kasih sayang.
Ketahuilah, jika memang kita tidak ingin rasa cinta antara kita dan anak-anak kita sirna, yang kita butuhkan adalah memahami perasaan mereka. Cintailah mereka walau bagaimana pun keadaan mereka. Dampingilah mereka untuk memberi kekuatan kepada mereka. Arahkan perilaku mereka ke arah yang benar tanpa merendahkan harga diri mereka. Dampingi mereka untuk memberi kekuatan kepada mereka. Terimalah kekurangan anak-anak kita apa adanya. Terimalah perbuatan terbaik yang mereka lakukan, dan maafkanlah kesalahan-kesalahan mereka. Jadilah orang tua yang baik dan lakukan segalanya dengan cinta.

Kutipan halaman 146 – 155 

SENTUHAN JIWA UNTUK ANAK KITA
Sentuhan Jiwa untuk Anak Kita
Oleh : Dr. Muhammad Muhammad Badri
Penerbit : Daun Publishing
Jumlah halaman : 896 halaman




Sabtu, 13 Mei 2017

Pengalamanku dengan Bank Muamalat

Ada bank Muamalat di Banjarnegara. Tadinya, aku nabung di sana. Persetujuan suami Rp 100.000/bulan. Tapi kenyataannya seingatnya dia aja, terserah kapan-kapan ngisi tabungannya. Walaupun uangnya dari ATM suami ditransfer ke rekening tabunganku di Bank Muamalat. Kira-kira 2 tahun nabung di bank itu, ehhh tau-tau mau ambil uang banknya tutup. Bingung mau menghubungi siapa, aku call ke 1500016 tapi ga direspon. Akhirnya aku kirim email ke pusat. Alhamdulillah dapet jawaban. Boleh diambil ke cabang terdekat.

Ternyata, di Purbalingga ada cabangnya juga. Alhamdulillah, nanti bisa ke sana. Mengambil surat akad yang tabungan berjangka. Soalnya, kata Mba Csnya suratnya akan dititipkan di sana. Tadinya aku nabung di produk TabunganKu yang ga ada ATMnya, dan ga ada biaya administrasinya. Karena ribet banknya jauh. Aku minta ganti tabungan yang ada ATMnya. Semua bisa, dengan menyisakan Rp 20.000 di tabungan lama. Dan yang lain masuk ke tabungan baru yang ada ATMnya. Dengan tabungan lama masih aktif sampai batas waktu 6 bulan.

Pernah nabung di Solo, cabang Palur. Via KEI, semua anggota KEI yang belum punya rekening di bank syariah mendaftar di sana. Setoran awalnya Rp 100.000 sekarang ga tau gimana nasibnya. Mungkin sudah hangus. Karena pake ATM juga. Kata CS di Purwokerto, tabungan yang ga aktif (maksudnya ga diisi) selama maksimal 6 bulan akan hangus dengan sendirinya.

Ayo, yang belum pernah ke bank syariah buat nabung, utang, atau titip uang (eh) silakan datang. Ke bank syariah mana saja, kepoin deh sampai paham. Akadnya jelas dan nyaman di hati. Lagian kan kita juga mesti loyal menggunakan bank Islam. Oke dah sip... Hehe J

WAKTU WISUDA

Aku hanya foto2 sama ibu dan adikku. Ibu dan adikku datang ke Solo naik bus. Trus di terminal tirtonadi naik taxi sampai kos. Kenapa cuma ibu dan adik yang datang? Bpk lagi sakit dan udah cerai juga sama ibu. Karena ibu ga pengin ngrepotin pinjem mobil segala. Walau sebenernya sih pengin meriah, maksudnya jalan2 ke Solo. Jalan2 rempong,ahahahay...

Setelah selesai wisuda, aku foto2 di kampus yang tertempel nama UNS. Di depan rektorat, di depan halaman rektorat, di boulvard depan kampus. Just it. Kalau orang menafsirkannya aku pengin jadi sorotan. Itu anggapan yang ga bener. Tapi ya, anehnya aku lupa ga foto di depan Kampus FE. Tepok jidat. Tapi emang tempatnya jauh ding dari tempat wisuda yang di auditorium. Rada nyesel juga..gimana gitu. Masa aku kan tiap hari belajarnya ya di kampus FE, eh ya sekarang namanya sudah ganti nama jadi FEB (fakultas ekonomi dan bisnis). Ga tau kenapa? Mungkin biar lebih keren atau lebih “menjual” dibanding nama sebelumnya. Tapi menurutku si kagak ngaruh juga. Soalnya kan kampus negeri. Ga nyari mahasiswa pun pasti bakal banyak mahasiswa berdatangan. Hehe..

Lagian juga, walaupun kuliah di kampus negeri tetep aja ga ngaruh. Kalau cuma agar bisa daftar kerja. Oya, di kampusku aku bahkan ga dapet jas almamater. Setahuku satu jurusan, atau mungkin 3 jurusan di program transfer pada ga dapet. Aku lupa koscek ke jurusan lain. Jadi, pas mau kuliah lapang pada sibuk minjem jas almamater ke anak reguler. Padahal, aku minta melalui prosedur yang jelas sudah mengurusnya berkali-kali ke kampus. Sama temen: Nurul ke MAWA trus fakultas. Dari fakultas disuruh ke MAWA lagi. Dan...menulis buku tamu juga. Jadi agak gimanaaa gitu. Bener2 deh... Cuma aku lupa ga bilang sama anak BEM. Mana BEM FE dibekukan. Ada apa ya? Ya sudahlah, itu hanya kenangan masa-masa kuliah.

Oya, kembali ke soal wisuda. Saol riasan wisuda, aku sebenernya sudah janjian sama Sabil dan Asa untuk dirias ke kosnya Sabil. Jam 4 pagi. Tapi aku datangnya jam 6, semalam kecapean ada acara family gathering di kampus sampai malam. Jadi, aku didandanin sama de’ Vety. Dia punya se-set alat kosmetik Wardah. Hasilnya bagus, cuma alisnya agak ketebelan. Hadeh.

Begitu sampai di depan kampus, foto2 dan istirahat sejenak. Terus nyari BST (batik solo trans) ke PGS. Sewaktu di Solo memang sering pake BST buat jalan2. Kalau yang bus khusus wisata werkudara, mesti ngantri dulu buat daftar. Ibu beli batik yang meteran, tas dan baju. Tapi aku lupa ga ngajak beliau ke kraton Surakarta. Sebelum masuk PGS makan siang dulu di depan PGS. Menunya ayam goreng, lalapan, sambal. Sederhana. Pas wisuda pagi ga ambil jatah snack. Soalnya aku wisuda yang jadwal pagi. Jam 10.00 udah kelar acara wisudanya.




WAKTU DI SOLO

Di Solo itu, banyak sekali kemeriahan. Acara yang melibatkan banyak orang dan ga perlu mahal (kali ye...). Istilahnya pesta rakyat ggitu, kalau menurut istilahnya Pak Jokowi. Presiden kita sekarang, dulu beliau walikota Solo.

Tapi ya tetep aja, kalau ada kemeriahan yang entah di mana saja. Kesadaranku teralihkan untuk istirahat, ngaso, di kos. Apalagi acara2 itu biasanya diadakan malam. Dan berasa ga pengin pergi ke mana-mana. Jadi berpikir, acara itu cocok untuk aktivis (aktivis itu bukan cuma di Islam aja ya..) yang suka dolan. Biar ga kepengaruh hal-hal buruk seperti narkoba, pergaulan bebas, apalagi tempat hiburan malam. Soalnya nafsu pengin dolannya sudah terpuaskan dengan diadakannya kemeriahan itu. Mungkin...

Kira-kira kemeriahan/ festival yang diadakan di Solo tapi aku ga pernah ikutan walau sekedar nonton.
1. gerebeg
2. Solo Menari
3. festival jajan pasar(bener pernah ada ga ya?)
4. festival mainan tradisional

Ya, kira-kira itu. Pernah ikut CFD ternyata lagi pas hari Batik. Dan sempet menuliskan pengalaman CFD Hari Batik tapi aku nulisnya rada kacau. Kan batik warisan dunia ya? Masa aku ga tau, lucunya aku...hadeeh

Oke, dolan emang penting. Gimana kalau sukanya ngaji melulu? Ya gimana nyikapinnya, terserah. Sampai2 semua kajian yang ada di Kota Solo diikuti semua. Tapi ga liat2 penyelenggara kajian itu dari harokah apa. Mesti teliti memilih tempat ngaji. Biar ga fanatik kali ya... atau terjerumus aliran sesat.



Peralatan Rumah Tangga Eksklusif

Segera hadir khusus di bulan Ramadhan tahun ini:

ARUM serving set

ARUM Serving Set


Produk-produk eksklusif lainnya: 


Lock 4 set of 18


Homecook

Magnolia Bowl set

Rainbow Lunch Set

Royalty Line

Picnic Lunch Set

PUZZLE Lunch Set

Cherish set of 3

Baby set bear

Baby set kelinci

Picnic Time Cooler set

Fit+ Infuser Bottle

Florence Ungu

Infuser waterjug Hijau

Homecook non stick series

Marianne frosty

Vienna Family

Untuk melihat produknya lebih detail bisa dibuka di www.dusdusan.com
Terus bagi yang berminat menjadi member atau reseller silakan buka link ini https://www.dusdusan.com/referer/28758/ 
Happy shopping :) Terima kasih. Semoga berkah.