Minggu, 18 Maret 2012

Balada Pucuk-pucuk Pace dan Kebun

Bunga-bunga pace nan eksotis

 
Lengkap dengan gerombolan semut dan kutu-kutu yang doyan pucuk
‘Si mungil’ yang menyembul dan ‘si kakak’ yang malu2 bersembunyi di antara rimbunnya daun, menunduk, dan enggan mengkhianati gaya gravitasi yang geotropis.
Pohon Pace dilihat dari bawah, cara melihatnya dengan menatapnya lurus2 ke atas (kira2 180o) dari posisi kita berdiri di bawah pohonnya langsung. Ini karena sebagian ranting pada batang pohonnya condong ke arah timur.



Aku merasa tergelitik untuk menuliskan lebih banyak tentang tanaman pace dan kebun. Karena memamg yang sering kulihat ketika ke kebun ya selalu tanaman ini. Tanaman yang beranak-pinak dimana saja, bijinya benar2 tersebar dimana mana-mana-mana (hadeuh…). Inilah ceritaku kali ini, cerita yang kutulis sambil mengusir galau yang menikam jiwa. Memang ada yang sedang kutanggung hari-hari terakhir ini, berharap semuanya tertanggungkan. Aamiin…

Tanaman pace ini bertetangga dengan tanaman pisang, kelapa, temu lawak, melinjo, pisang, angkrik, kopi Jawa, kapuk randu, saga, dan lain-lain di kebun samping rumah. Hmmm, kenanekaragaman hayati yang membingungkan karena semuanya ada di satu tempat. Mungkin kebun Mbahku ini bisa jadi miniatur hutan heterogen kali ya… Ga tau deh, menurut ahli tumbuhan apakah diantara tanaman2 itu terjadi persaingan ketat dalam hal ‘mencari makan’ atau ga? Kula mboten mangertos, mboten mudheng babagan ilmu wit-witan, hehe :D

Tapi yang jelas, asyik banget mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun Mbah Salim. Kok bisa banyak banget tanamannya ya?? Maksudnya jenisnya beraneka ria. Kayak semua tanaman reuni mau ngumpul di kebun samping rumah (lebay tenan…). Sampai umbi-umbian pun ada: ubi ungu, ubi putih, ubi jalar, suweg, angkrik, gadung, dan tentu saja ketela pohon. Mereka datang dari mana ya? (pertanyaan aneh). It’s amazing me!
Oiya aku ingat, dulu sebelum pohon petai yang persis tumbuh di sebelah barat rumah kena penyakit. Hampir setiap hari sepasang burung sejenis burung pelatuk mematuki batang pohon petai itu. Aku sering berlama-lama memandangnya di balik jendela lebar kamarku. Kalau aku nekat mendekat, pastilah aku mengganggu keasyikan mereka. Jadi aku hanya bisa mengamati dari jauh. Tapi akhir2 ini burung pelatuk itu udah ga pernah keliatan lagi, mungkin pindah ke pohon lain yang entah dimana. Cuma kadang-kadang ada burung sejenis Kolibri pemakan madu berparuh panjang dan bertubuh kecil yang hinggap untuk menghisap sari bunga pisang.

Sekarang tetap saja setiap hari ‘dunia kebun’ riuh-rendah dengan banyak bunyi karena kebunnya emang banyak pohon. Ada suara ayam2 kampung piaraan Mbah dan ayam tetangga, gerombolan burung prenjak, kadang2 burung ekor kipas, dan entah burung apa lagi. Satu hal yang sudah punah dari pohon kelapa yang sampai sekarang tidak pernah kulihat lagi : tupai. Ya, mereka sudah punah dari pohon kelapa (‘rumahnya’) karena sering diburu orang-orang menggunakan bedil. Padahal para tupai itu makan kelapa ga seberapa, paling cuma batok kelapa berbolong-bolong ga sampai puluhan butir. Entahlah, nafsu manusia emang susah dimengerti. Mungkin juga si pemburu emang punya naluri pembunuh. Hhhh. Berujung pada hilangnya keriuhan suara sahut-sahutan tupai di kebun yang dulu pernah ada . Satu keadaan yang bernama kepunahan, walaupun hanya terjadi di kebun. Tetap saja perbuatan terkutuk itu bernama PEMBUNUHAN.

Aku malah jadi punya kesimpulan tentang muasal berjenis-jenisnya tanaman yang terasa agak ‘ganjil’ di kebun Mbah Salim. Jawaban yang pertama: burung. Ya, seiring jejak kelana burung-burung yang mengalun bersama dzikir dan kelepak sepasang sayap mungilnya (whaduh, malah nyastra…). Kuat diduga (maaf ga pake uji hipotesis alias sotoy, hehe) merekalah ‘oknum’ penyebar biji-bijian yang entah dikonsumsi entah di belahan bumi mana yang kemudian membuang residu biji yang tidak tercerna itu di seantero bumi mana saja termasuk kebun Mbah Salim. Nah! Kemudian yang kedua, biji2 jatuh di bawah pohonnya. Ketiga, memang sengaja tanaman tertentu yang bernilai ekonomi tinggi ditanam di kebun.

Menjumpai makhluk2 mungil seperti mereka (baca: burung2) terhampar hikmah luar biasa yang mengokohkan imanku melalui sebentuk makna ketawakalan dan totalitas usaha. Meski tanpa ilmu yang memadai, meski kecil, meski tidak punya apa-apa, tapi tetap berprasangka baik kepada Alloh bahwa apapun yang Dia ciptakan tidak ada yang terlantar asal kita mau berusaha mengusahakan yang terbaik selagi bisa. Menghunjamkan keyakinan akan Yang Maha Memberi Rezeki yang tidak akan pernah menyia-nyiakan satu makhluk pun tanpa kebagian rezeki-Nya.
Wallohu a’lam bish showab.

NB : banyak banget pohon dan  tanaman lain yang ada di kebun yang ga bisa disebutkan di sekelumit cerita ini, hehe ^_^
- thank's for my hand phone SE K320i which help me take the picture above.-




Adipasir yang mendung, 18 Maret 2012
“Merenungi jejak-jejak masa”

Sabtu, 10 Maret 2012

BATIK ON CAR FREE DAY AT BATIK DAY, OCTOBER 2ND 2011


Hari Batik 2 Oktober 2011




             Ini adalah salah satu momen penting diantara momen penting lainnya yang kerapkali diadakan saat hari ahad di car free day (CFD) jalan Slamet Riyadi Surakarta. Selain sebagai tempat olahraga masyarakat di sekitarnya. CFD ini juga memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Selain peragaan busana  ada juga karaoke nasyid, penampilan seni anak-anak SLB yang letaknya di Jalan Slamet Riyadi, olah raga, orang bersepeda, jogging, naik becak mini, memotret, bahkan ada juga yang ngeceng. Pokoknya aktivitas apapun bisa dilakukan sendiri-sendiri maupun berjamaah. Asal tahu jadwal penutupan jalan aja, dari habis subuh (jam 6 ding) sampai jam 9 pagi. Karena jalan Slamet Riyadi biasa ditutup pada hari ahad untuk berolah raga dan aktivitas positif masyarakat sekitar Solo.

         Nah, tentang hari batik ini adalah salah satu momen yang sedang berlangsung saat itu karena ada peringatan hari Batik Nasional yang dicanangkan Presiden SBY. Dalam peragaan busana ini yang ditampilkan adalah Batik yang diproduksi oleh Danar Hadi. Danar Hadi adalah salah satu merek produsen batik terkemuka di negeri ini di antara beberapa merek lainnya. Merek yang sudah ada dari jaman dulu kala ketika batik belum menjadi tren seperti sekarang.

            Batik yang diperagakan para model dari Yayasan Putra-putri Solo ini merupakan batik yang modern yang bisa dipakai dalam berbagai acara. Bisa untuk kondangan, santai, dan pakaian formal. Setelah kuamat-amati kabanyakan yang ditapilkan adalah batik-batik kasual yang keren-keren. Kualitas batik dan coraknya juga khas Danar Hadi banget.

           Pada hari ini, batik sudah mendunia. Dimana batik tidak lagi dianggap sebagai baju orang tua. Semua orang bisa memakai batik mulai anak-anak, ABG, dewasa, sam pai orna tua. Batik sekarang sudah menjadi tren zaman bidang fashion di Indonesia bahkan dunia. Termasuk juga di Malaysia yang konon mempatenkan batik sebagai kebudayaan mereka. Sekarang semua orang bisa memakai batik untuk situasi apapun dari mulai baju santai, semi formal, dan baju formal. Untuk batik yang berkualitas memang harganya mahal tidak salah dengan semboyan rega nggawa rupa . Urusan segmentasi pasar tentu menjadi perhatian serius para produsen kerajinan batik tulis maupun cetak. 

           Pensegmentasian konsumen yang ingin dituju ini memang digarap lebih serius demi keberhasilan usaha batik yang didirikan. Kita bisa lihat di Pasar Klewer, PGS, butik, dan tempat lain yang menawarkan batik dengan kualitas yang beragam. Kualitas ini salah satunya ditentukan oleh tinggi-rendahnya harga  jual produk bersangkutan serta target pasar yang ingin dituju. Selain kualitas bahan, corak, dan harga tentunya. Ditambah lagi daya kreatifitas untuk memanfaatkan batik menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi memang memerlukan SDM yang terampil dan terlatih.

        Oke, kembali ke CFD. Hmmm, waktu itu aku ditemani Ukhti Dian Nurma ke CFD. Sehari sebelumnya kami berlima berangkat ke Boyolali karena ada amanah yang harus ditunaikan. Tapi aku ke CFD-nya cuma berdua ukhti Dian. Perjalanan Surakarta-Boyolali naik motor bolak-balik. Pagi harinya aku diajak ke CFD, Alhamdulillah bisa jalan-jalan di ahad yang ceria. Biasanya aku malas kemanapun kecuali ke Bulfat depan kampus. Saking exciting-nya ada peragaan busana aku jepret-jepret model-model yang hilir mudik di depan mata. Cuma beberapa jepretan sich, karena memori hp tidak cukup buat motret banyak-banyak.

            Mungkin kalau lihat batik yang ada di foto hasil jerpetanku ini kelihatan tidak ada yang istimewa. Jangan tertipu, kamera yang kupakai memang beresolusi rendah maklum kamera hp SE K320i yang setia menemani hari-hariku. Keadaan asli batik yang diperagakan model itu bagus-bagus banget. Beneran,  Subhanalloh. Aku saja sampai berdecak-decak saking kagumnya.

Ada juga anak-anak SMK Negeri 1 Surakarta memamerkan karyanya, kayaknya mereka desainernya deh… bagus-bagus-bagus. Pas menonton mereka jadi lumayan menginspirasi untuk membuat baju batik yang unik dan enak dilihat dan kelihatan berkelas (apa coba?). 

Di tengah-tengah acara ada kejutan, bukan apa-apa sich tapi ya unik juga. Ada beberapa orang yang membagikan makanan jajan pasar khas makanan Jawa. Ada semar mendem, klepon, kueku, dan lain-lain (bener ga ya? jenis makanannya ini?). Aku tidak terlalu memperhatikan makanannya macam apa saja. Karena pas hidangan itu melintas di depanku sudah tinggal sedikit, hehe. Kalau ga salah aku ambil kueku. Lumayan mengganjal perut di pagi hari.

Yang bikin aku lumayan senewen sehabis makan, orang-orang pada seenaknya nyampah di sepanjang area “catwalk” itu. Benar-benar jadi kuotoor beud. Jadi merusak pemandangan. Intermezzo, jadi ingat dulu pas kuliah D3 dari BEM KM mengadakan gerakan “gomihiroi tai” yang kalau diartikan dalam bahasa Jepang mungkin “Pasukan Pemungut Sampah” tapi aku ga mudeng sosialisasinya karena pelaksanaannya tidak kolektif, melainkan benar-benar kesadaran masing-masing mahasiswa yang mandiri. Harus dilakukan oleh orang yang cinta lingkungan dengan locus of control tinggi (duh, nyambung ga ya?). aku juga pernah ikut program itu, hanya sosialisasinya melalui brosur(?) atau mungkin aku yang kurang gaul sama anak BEM KM…tapi bagus juga. Top dah programnya…tidak tau juga aku soal keberhasilan programnya. Wallohu a’lam

Ke Batik lagi. Soal batik, di Indonesia hampir setiap kabupaten mempunyai corak khas batiknya sendiri. Ada batik Solo, Batik Jogja, batik Cirebonan, Batik Gumelem Banjarnegara, Batik Pekalongan, dan lain-lain. Jadi kalau diinventarisasikan semua corak batik di Indonesia pasti bakal banyak banget batik yang bisa dipatenkan atas nama Indonesia. Adakah hak paten atas nama Negara? (pertanyaan orang bodoh).


Kenangan di ahad pagi, 2 Oktober 2011 bersama Ukhti Dian Nurma
kapan-kapan kita jalan bareng lagi yak?
^_^

 







Sabtu, 29 Oktober 2011

APAKAH ADVERSITY QUOTIENT ITU?




Perjalanan hidup orang sukses dan orang gagal sama, yakni: menghadapi dan mengalami berbagai kesulitan hidup, adapun perbedaannya terletak pada kecerdasan menghadapi dan merespons kesulitan hidup yang dijalaninya. Artinya orang sukses lebih cerdas dari pada orang gagal dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Paul G Stolt dalam dua bukunya berjudul; "Adversity Quotient (2000)" dan "Adversity Quotient a Work (2003)" secara komprehensif menjelaskan apa yang dimaksud kecerdasan menghadapi kesulitan dan bagaimana meningkatkan kecerdasan baru tersebut. Kecerdasan baru dimaksud berawal dari hasil penelitian yang dilakukan para ilmuwan kelas atas selama 19 tahun, mengkaji lebih dari 500 referensi dari tiga cabang ilmu pengetahuan, yakni psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi, dan menerapkan hasil penelitian dan pengkajiannya selama 10 tahun di seluruh dunia dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa terdapat satu kecerdasan baru yang selama ini tidak terungkap dibutuhkan dan menentukan kesuksesan seseorang, yakni kecerdasan menghadapi kesulitan (Adversity Quotient).

Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Thomas J Stanley (2003) yang kemudian ditulisnya dalam sebuah buku berjudul; "The Millionaire Mind" menjelaskan hal yang sama, bahwa mereka yang berhasil menjadi millioner di dunia ini adalah mereka dengan prestasi akademik biasa-biasa saja (rata-rata S1), namun mereka adalah pekerja keras, ulet, penuh dedikasi, dan bertanggung jawab, termasuk tanggung jawab yang sangat besar terhadap keluarganya. Adversity Quotient itu sendiri mempunyai tiga bentuk, yakni; (1) suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan; (2) suatu ukuran untuk mengetahui respons terhadap kesulitan; dan (3) serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons terhadap kesulitan.

Ketika menghadapi kesulitan hidup, manusia dibagi ke dalam tiga kelompok, yakni; Quitters atau manusia yang berhenti, Campers atau manusia yang berkemah, dan Climbers atau manusia yang pendaki. Manusia quitter adalah manusia yang sulit dan tidak senang melakukan perubahan, sering orang menyebutnya sebagai manusia pengecut. Manusia camper adalah manusia yang mau melakukan perubahan, tetapi jika menghadapi satu kesulitan saja dengan sangat mudah patah semangat dan berhenti layaknya orang yang sedang berkemah, bahkan mereka menikmati jeda waktu istirahat tersebut untuk bersuka-ria, bersantai dan tidak berupaya untuk mengatasi kesulitan yang sedang mereka hadapi. Manusia climber adalah manusia pendaki yang tidak mudah lekang karena panas dan tidak mudah lapuk karena hujan. Sebagai manusia pendaki jika ia menemukan ada hambatan batu di atas gunung sana, ia mencari jalan lain. Baginya untuk sampai ke puncak gunung tidak hanya ada satu jalan. Hal ini mengingatkan kita pada apa yang pernah dikatakan oleh Alexander Graham Bell bahwa; "kalau satu pintu tertutup, lainnya terbuka, tetapi kita sering memandang terlalu lama dan terlalu penuh penyesalan kepada pintu yang tertutup itu, sehingga kita tidak melihat pintu yang terbuka bagi kita".

John Gray (2001) mengatakan "semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh". Adapun dimensi yang terkait dengan kecerdasan menghadapi kesulitan adalah: (1) control atau kendali mempertanyakan berapa banyak kendali yang anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan?; (2) origin dan ownership mempertanyakan dua hal, yakni: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, dan sampai sejauhmanakah seseorang mengakui akibat kesulitan itu?; (3) reach atau jangkauan mempertanyakan sejauhmana kesulitan akan menjangkau atau merembes ke bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang?; (4) endurance atau daya tahan mempertanyakan dua hal, yakni; berapa lamakah kesulitan berlangsung dan lamanya penyebab kesulitan tersebut akan bertahan?

Kecerdasan menghadapi kesulitan tersebut dapat ditingkatkan atau dapat diperbaiki dengan melakukan hal-hal sebagai berikut; (1) listen atau dengarkanlah respons terhadap kesulitan ; (2) explore atau jajaki asal usul dan pengakuan atas akibatnya; (3) analysis bukti-buktinya; dan (4) do atau lakukan sesuatu. Magnesen (2000) mengatakan bahwa; "90% pemahaman belajar diperoleh dari melakukan sesuatu. Konfusius lebih dari 2400 tahun silam menyatakan, bahwa; "yang saya dengar saya lupa, yang saya lihat sangat ingat, dan yang saya kerjakan saya paham." Namun sayangnya praktek pendidikan dan pembelajaran baik yang dilakukan oleh orang tua, guru dan masyarakat belum sampai pada proses pembelajaran yang mengajarkan kepada anak dan siswanya bagaimana menghadapi kesulitan (adversity quotient).

Masih sering kita temukan pola asuh, pendidikan oleh orang tua terhadap anaknya dilaksanakan dengan cara memanjakannya. Kita lupa bahwa pola asuh dan pendidikan dengan memanjakan anak (spoiling) adalah merusak atau membuat ia tidak berdaya, Martin Seligman menyebutnya sebagai proses ketidakberdayaan atau pembodohan yang dipelajari. Akibatnya masih banyak anak kita yang sudah dewasa dan bahkan sudah sarjana ketika dihadapkan pada masalah yang menurut kita sangat sederhana tidak mampu mereka atasi dan masih meminta bantuan orang lain terutama pada kedua orang tuanya.

Menutup opini ini penulis ingin menceritakan apa yang pernah penulis dengar dari salah seorang dosen penulis ketika studi doctor beberapa waktu yang lalu, beliau adalah bapak Prof. Dr. Marsetio Donosaputro. Ketika beliau menempuh pendidikan doktor di Amerika Serikat ia sempat tinggal serumah dengan promotornya, yakni seorang profesor ternama karena kemampuan akademiknya dan kekayaan yang dimilikinya. Selama sebulan dosen penulis amati kehidupan di rumah sang profesor, ada satu hal yang sangat mengesankan tetapi malu untuk menanyakannya karena merasa penghuni baru di rumah guru besar yang sangat terkenal itu. Namun setelah sebulan tinggal bersamanya keinginan untuk mengetahui apa yang terasa aneh tak dapat dibendung lagi. Dosen sayapun bertanya; "Prof, bolehkah saya bertanya, mengapa setiap sarapan pagi saya tidak melihat anak-anak (usia SD) profesor ikut menikmati hidangan pagi bersama kita, berbeda sekali ketika siang, petang dan malam hari, dan kemana mereka di setiap pagi? Profesor dengan bangga menjawab; "semua anak saya setiap paginya mencari tambahan biaya liburan atau vakansi. Dalam fikiran saya waktu itu, orang sehebat profesor di negara maju merasa bangga melihat anak-anaknya belajar mengatasi sulitan hidupnya dari sejak kecil. Apakah anak kita sebelum dan setelah sekolah ikut membantu dirinya guna mengurangi beban orang tuanya atau hanya pandai meminta dan menuntut haknya saja?

*) Penulis adalah DR.Aswandi, dosen FKIP UNTAN dan Direktur Educational Advocacy Center, E-Mail:aswandi@yahoo.com)

 

ADVERSITY QUOTIENT

 

Lord Layard mengatakan bahwa rumus bahagia adalah bersosialisasi, membuat koneksi, bergerak secara aktif, terus belajar dan biasakan memberi sesuatu untuk orang lain.

Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan hidup semua orang. Aristoteles bahkan menempatkannya sebagai tujuan utama dari keseluruhan sistem etika filsafatnya. Ia menyebutnya “Eudaimonia”. Kata ini berarti kebahagiaan dalam bahasa Yunani, dimana filsuf itu mendefinisikannya “sesuatu yang paling baik, paling mulia, dan paling menyenangkan di dunia.”
Semua orang pasti ingin merasa bahagia. Akan tetapi, banyak yang tidak menyadari bahwa kemampuan meraih kebahagiaan sangat tergantung pada masing-masing individu. Hal ini terkait dengan kekuatan kepribadian dan kemampuan masing-masing dalam merespon dan bertahan menghadapi hidup. Dalam istilah psikologi, Dr. Paul Stoltz menciptakan istilah “Adversity Quotient” (AQ). Menurut definisi beliau, Adversity Quotient adalah “the capacity of the person to deal with the adversities of his life. As such, it is the science of human resilience,” atau bila diterjemahkan “kemampuan seseorang untuk menghadapi tantangan kesengsaraan dalam hidupnya. Singkatnya, ini adalah ilmu tentang daya kenyal manusia.” Istilah “daya kenyal” sendiri mungkin terdengar aneh, karena itulah terjemahan yang saya dapat dari Kamus Inggris-Indonesia “standar” yang disusun oleh John M. Echols dan Hassan Shadily. Istilah itu sendiri maksudnya adalah kelenturan. Jadi, AQ merupakan intelejensi khusus yang berkaitan dengan kelenturan seseorang menghadapi problema kehidupan. Makin lentur ia, makin mampu ia menghadapi kesulitan hidup.
Sayangnya, seringkali seseorang begitu rendah AQ-nya, meski mungkin dianugerahi IQ tinggi. Karena itu, seringkali kita melihat ada orang yang pintar namun miskin. Ini karena ia tidak mampu menyiasati hidup. Sementara banyak orang tidak pintar namun kaya. Akan tetapi, jangan salah, pendidikan formal tetap perlu. Karena ada yang lebih penting daripada ilmu yang dipelajari dalam pendidikan formal, yaitu wawasan, logika dan jaringan. Itulah yang dikembangkan oleh orang-orang hebat yang sukses di bidangnya.
Bill Gates boleh putus kuliah dari Harvard. Akan tetapi ia punya jaringan teman-teman sevisi yang mewujudkan mimpinya membuat sistem operasi komputer dengan antar-muka berbasis grafis yang ramah dan mudah digunakan. Wawasannya pun jelas terasah karena ia tahu saat itu belum ada yang mewujudkan idenya. Demikian pula logikanya, baik logika algoritma numerik maupun logika bisnisnya pun jalan seiring. Maka terciptalah Microsoft Windows yang mendunia dan nyaris memonopoli pasar sistem operasi dengan GUI-nya yang indah dan disukai pengguna.
Banyak yang mengidentikkan kebahagiaan dengan kesuksesan. Sementara kesuksesan dianggap setali tiga uang dengan kekayaan. Padahal, itu tidak betul.
Kebahagiaan juga tidak berarti kita harus selalu tersenyum atau tertawa. Karena itu berarti kebahagiaan identik dengan kesenangan dan rasa senang. Padahal, kebahagiaan jauh lebih luas daripada itu.
Kebahagiaan bisa didapat dari banyak hal. Salah satu aspek yang sering diajarkan orang-orang tua di Jawa adalah sikap “nrimo ing pandum”. Dalam Islam, dikenal istilah “qona’ah”. Ini merupakan perwujudan sikap menerima apa yang kita dapat -dengan pengertian dianugerahkan oleh Tuhan sebagai berkah- setelah berikhtiar. Jadi, semua harus didahului ikhtiar atau usaha, bukan dengan berpangku tangan dan berkeluh-kesah.
Adversity Quotient adalah kemampuan untuk “nrimo ing pandum” atau “qona’ah” tadi. Dalam segala yang kita hadapi dan terima, kita harus mampu mencari “blessing in disguise”-nya. Dalam setiap kesulitan, pasti ada kemudahan. Ini berarti, pribadi dengan AQ tinggi akan mampu mencari jalan keluar atau solusi dari masalahnya dengan berupaya memecahkan sumber masalahnya langsung, bukan dengan berkeluh-kesah dan menyalahkan orang lain. Ia akan tangguh berjuang menghadapi hidup dan menaklukkannya. Dalam proses itulah kebahagiaan diraih. Dengan menyikapi hidup sebagai arena perjuangan, pembelajaran, pertemanan dan berbagi tanpa henti, niscaya kebahagiaan  hidup itu akan tampak realistis dan bisa dicapai segera tanpa perlu menunggu sukses atau kaya lebih dulu.
Penulis adalah pemilik blog LifeSchool Bhayu

Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang

Adversity Quotient, merupakan suatu penilaian yang mengukur bagaimana respon seseorang dalam menghadapai masalah untuk dapat diberdayakan menjadi peluang. Adversity quotient dapat menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan, sampai pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikit pun. Adversity Quotient dapat juga melihat mental taftness yang dimiliki oleh seseorang.
Dalam Adversity Quotient, kelompok atau tipe orang/individu dapat dibagi menjadi tiga bagian, dimana hal ini melihat sikap dari individu tersebut dalam menghadapi setiap masalah dan tantangan hidupnya. Kelompok/tipe individu tersebut, antara lain adalah:

Quiters
Merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya, karena peluang dan kesempatan tersebut banyak yang dibungkus dengan masalah dan tantangan. Tipe quiter cenderung untuk menolak adanya tantangan serta masalah yang membungkus peluang tersebut.

Campers
Merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapai masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai di sini. Berbeda dengan kelompok sebelumnya (quiter), kelompok ini sudah pernah menima, berjuang menghadapi berbagai masalah yang ada dalam suatu pergumulan / bidang tertentu, namun karena adanya tantangan dan masalah yang terus menerjang, mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan dan berkemah.

Climbers
Merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal - hal lain yang terus menghadang setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang mereka miliki, mereka terus mendaki dan mendaki.
Adversity Quotient memiliki 4 dimensi yang masing - masing merupakan bagian dari sikap seseorang menghadapai masalah. Dimensi - dimensi tersebut antara lain adalah:

1. C = Control
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memiliki kendali dalam suatu masalah yang muncul. Apakah seseorang memandang bahwa dirinya tak berdaya dengan adanya masalah tersebut, atau ia dapat memegang kendali dari akibat masalah tersebut

2. Or = Origin
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari dirinya seorang atau ada faktor - faktor lain di luar dirinya
Ow = Ownership
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengakui akibat dari masalah yang timbul. Apakah ia cenderung tak peduli dan lepas tanggung jawab, atau mau mengakui dan mencari solusi untuk masalah tersebut

3. R = Reach
Menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut. Apakah ia cenderung memandang masalah tersebut meluas atau hanya terbatas pada masalah tersebut saja.

4. E = Endurance
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk memandang masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam waktu yang singkat saja. 
Keseluruhan nilai dari dimensi ini akan menentukan nilai dari Adversity Quotient seseorang.
Diterbitkan di: 10 Desember, 2008   


Kecerdasan Mengidentifikasikan Masalah, Menanggulangi Masalah Serta Mengambil Keputusan Secara Baik Dan Benar

Untuk bisa sukses menjadi seorang staf di perusahaan dituntut untuk memiliki kecerdasan di atas rata-rata kecerdasan manusia umumnya. Secara anekdot dinyatakan bahwa seorang staf di perusahaan dituntut mempunyai kecerdasan rata-rata 200 % atau 100 % diatas kecerdasan rata-rata manusia pada umumnya. Untuk menjadi staf pemula di perusahaan, maka test IQ – test Kecerdasan Intelektual diperlukan agar memenuhi syarat minimum yaitu seorang yang cerdas. Jadi seorang staf di perusahaan tidak mungkin dari kalangan idiot.

Namun seorang staf di perusahaan juga seorang yang mampu mengendalikan emosinya, yaitu mempunyai Kecerdasan Emosional – Emotional Quotient – EQ yang baik . Emosi yang meledak-ledak tidak saja bisa membahayalan sang staf di perusahaan itu sendiri tetapi juga dapat membahayakan perusahaannya yang sekaligus membahayakan masa depan investasi para pemilik modal . Tapi staf di perusahaan yang tanpa emosi, perusahaannya akan melempem, oleh karena itu seorang staf / pejabat di perusahaan harus mempunyai emosi yang tinggi namun mampu dikendalikan, dimanfaatkan secara cerdas.

Seorang staf di perusahaan adalah juga seorang yang mempunyai Kecerdasan Kreatifitas – Creativity Quotient – CQ, agar mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Perusahaan yang maju adalah perusahaan yang mempunyai para staf di perusahaan yang kreatif untuk bersaing dan mampu menumbuh-kembangkan perusahaannya. Namun seorang staf di perusahaan dituntut juga menjadi seorang penganut agama yang saleh, mempunyai RQ – Religious Quotient – Kecerdasan Beragama yang baik.

Dan seorang staf di perusahaan juga seorang yang cerdas dalam mengamalkan Spiritual Quotient – SQ – Kecerdasan Spiritual yang tidak sekedar dapat membedakan yang halal dan yang haram , yang bermudharat, yang bermanfaat dan bermartabat yang tidak saja dari segi ajaran agama – RQ – Religious Quotient , tetapi juga kecerdasan dari tanggung jawab moral, etika dan integritas secara lebih luas lagi. Yang kemudian berkembang lagi menjadi ESQ – Emotional Spiritual Quotient – Kecerdasan emosi dan spiritual .
Melengkapi untuk menjadi staf di perusahaan yang paripurna yang mempunyai 200 % kecerdasan rata-rata, maka sekarang sedang dipopulerkan kecerdasan AQ – Adversity Quotient – Kecerdasan mengidentifikasikan masalah dan menanggulangi masalah serta mengambil keputusan secara cerdas, dengan baik dan benar. Sekarang makin terasa bahwa seorang staf di perusahaan bukan semata-mata mempunyai IQ yang baik, disertai EQ, CQ, RQ, SQ yang baik saja, tetapi juga mampu menerapkan AQ secara baik dan benar, sehubungan dengan keharusan penerapan Manajemen Risiko dan Good Corporate Governance karena risiko juga adalah sisi lain dari masalah yang perlu diatasi. Pelatihan ini dapat membantu perusahaan dalam untuk membentuk staf / pejabat di perusahaan yang paripurna yang mempunyai kecerdasan 200 % dibanding manusia dari profesi lainnya .

PENGERTIAN “ADVERSITY QUOTIENT” DAN MANFAATNYA

DALAM PEMBERDAYAAN KARYAWAN


Tidak jarang dalam dunia kerja ada sekelompok karyawan yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) tinggi kalah bersaing oleh para karyawan lain yang ber-IQ relatif lebih rendah namun lebih berani menghadapi masalah dan bertindak. Mengapa sampai seperti itu? Dalam bukunya berjudul Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities, Paul Stoltz memperkenalkan bentuk kecerdasan yang disebut adversity quotient (AQ). Menurutnya, AQ adalah bentuk kecerdasan selain IQ, SQ, dan EQ yang ditujukan untuk mengatasi kesulitan. AQ dapat digunakan untuk menilai sejauh mana seseorang ketika menghadapi masalah rumit. Dengan kata lain AQ dapat digunakan sebagai indikator bagaimana seseorang dapat keluar dari kondisi yang penuh tantangan. Ada tiga kemungkinan yang terjadi yakni ada karyawan yang menjadi kampiun, mundur di tengah jalan, dan ada yang tidak mau menerima tantangan dalam menghadapi masalah rumit (tantangan) tersebut. Katakanlah dengan AQ dapat dianalisis seberapa jauh para karyawannya mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
Kembali kepada Stolz, dia mengumpamakan ada tiga golongan orang ketika dihadapkan pada suatu tantangan pendakian gunung. Yang pertama yang mudah menyerah (quiter) yakni dianalogikan sebaga  karyawan yang sekedarnya bekerja dan hidup. Mereka tidak tahan pada serba yang berisi tantangan. Mudah putus asa dan menarik diri di tengah jalan. Golongan karyawan yang kedua (camper) bersifat banyak perhitungan. Walaupun punya keberanian menghadapi tantangan namun dengan selalu mempertimbangkan risiko yang bakal dihadapi. Golongan ini tidak ngotot untuk menyelesaikan pekerjaan karena berpendapat sesuatu yang secara terukur akan mengalami resiko. Sementara golongan ketiga (climber) adalah mereka yang ulet dengan segala resiko yang bakal dihadapinya mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
AQ dapat dipandang sebagai ilmu yang menganalisis kegigihan manusia dalam menghadapi setiap tantangan sehari-harinya. Kebanyakan manusia tidak hanya belajar dari tantangan tetapi mereka bahkan meresponnya untuk memeroleh sesuatu yang lebih baik. Dalam dunia kerja, karyawan yang ber-AQ semakin tinggi dicirikan oleh semakin meningkatnya kapasitas, produktivitas, dan inovasinya dengan moral yang lebih tinggi. Sebagai ilmu maka AQ dapat ditelaah dari tiga sisi yakni dari teori, keterukuran, dan metode. Secara teori, AQ menjelaskan mengapa beberapa orang lebih ulet ketimbang yang lain. Dengan kata lain apa, mengapa dan bagaimana mereka berkembang dengan baik walaupun dalam keadaan yang serba sulit. Dalam konteks pengukuran, AQ bisa digunakan untuk menentukan atau menseleksi para pelamar dan juga untuk mengembangkan daya kegigihan karyawan. Sebagai metode, AQ dapat dikembangkan untuk meningkatkan kinerja, kesehatan, inovasi, akuntabilitas, focus, dan keefektifitasan karyawan.
Beberapa perusahaan di dunia seperti FedEx, HP, Procter & Gamble, Marriott, Sun Microsystems, Deloitte & Touche, and 3M telah memanfaatkan model AQ ini. Dengan AQ mereka mampu mengatasi permasalahan bisnis dan kinerja karyawan. Antara lain dengan solusi AQ mereka melakukan program-program memerluas kapasitas karyawan dengan lebih efektif, mengembangkan kepemimpinan yang ulet atau gigih, menciptakan perilaku gigih dalam suatu tim kerja, memercepat perubahan dan menjadikan AQ sebagai salah satu komponen budaya korporat, memerkuat moral dan mengurangi kelemahan karyawan, meningkatkan mutu modal manusia dan mendorong inovasi, dan memerbaiki pelayan pada pelanggan dan penjualan.
Tulisan asli dari artikel ini dan berbagai sudut pandang menarik lainnya tentang MSDM dapat juga diakses langsung melaui: “ADVERSITY QUOTIENT” DAN PEMBERDAYAAN KARYAWAN
Oleh :
Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira seorang blogger yang produktif, beliau adalah Guru Besar di Institut Pertanian Bogor yang mengasuh berbagai mata kuliah di tingkat S1 sampai S3 untuk mata kuliah, di antaranya: MSDM Strategik, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Teori Organisasi Lanjutan, Perencanaan SDM, Manajemen Kinerja, Manajemen Pelatihan, Manajemen Program Komunikasi. MSDM Internasional, Manajemen Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan,
Beliau adalah salah seorang pemrakarsa berdirinya Program Doktor bidang Bisnis dan dan saat ini masih aktif berbagi ilmu di Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang diri dan pemikiran-pemikiran beliau, silakan kunjungi Blog beliau di Rona Wajah
NH. Yanti, dari berbagai sumber. (2011)

Kamis, 08 September 2011

Ikan Sapu-sapu Goreng




Ini kisahku saat liburan Idul Fitri 1432 H / 2011 di sebuah tempat di selatan Purwokerto. Setiap Lebaran aku selalu menyempatkan datang ke rumah di Purwokerto tepatnya di Grumbul Pengasinan, desa Kedungwringin, Kec. Patikraja, Kab. Banyumas. Pada hari sabtu siang yang cerah tiba2 aku ingin makan lele goreng (penginnya) dan kebetulan Bapakku tuh miara ikan jenis itu di bak penampungan pemeliharaan ikannya yang letaknya di belakang rumah. Bak itu seukuran bak mandi cuma lebih panjang. Kalau ga salah panjangnya sekitar 2 meter. Tapi apa dikata setelah nyebur ke bak itu ternyata yang ketangkep malah 3 ekor ikan sapu2 (lha…:p).
Dalam hati aku bertanya2 apa ikan sapu2 bisa dimakan??? Aku jadi mulai mambatalkan niatku makan ikan. Ga disangka, eh ternyata Bapak malah langsung menguliti ikan sapu2 itu dan nyuruh aku nyiapin bumbu. Jadi inget komentar jail anak SLB murid Bapakku yang lagi main ke rumah. Pas liat ikan sapu2 di toples kaca ruang tamu waktu itu (beberapa tahun lalu). Dia menyebut ikan sapu2 itu sebagai “ikan cium2” (hihi). Imajinasinya unik juga anak itu. Mungkin karena melihat kebiasaan ikan itu yang suka nempel di kaca bagian dalam toples tempatnya berenang. Apa iya ya? Lupa juga aku ga sempet nanya ke anaknya.
Ihwal ikan sapu2 yang jadi makanan manusia sich aku pernah liat di tivi, ada orang makan ikan sapu2 dan ga beracun. Kesimpulannya berarti hewan ini masuk kategori bisa dimakan alias eatable (hoho). Apalagi denger2 dari cerita Bapak kalau tetangga2 juga ada yang pernah makan ikan ini. Terus terang aku masih enggan, karena belum pernah makan daging ikan berkulit hitam itu. Oke ga masalah, aku siapin aja bumbu untuk mengolah ikan sapu2 itu.

Bahan2:
3 ekor ikan sapu2
Minyak goreng secukupnya

Bumbu2 :
Kunyit 1 cm
Jahe 1 cm
Bawang putih 2 siung
Bawang merah 2 buah
Ketumbar secukupnya
Garam secukupnya

Cara pengolahan :
Bersihkan ikan sapu2 artinya buanglah kulit luarnya yang hitam-tebal itu dan kotoran2 dari dalam perutnya. Kemudian potong2 sesuai selera dan cuci dengan air bersih. Sementara itu semua bumbu diulek sampe halus dan balurkan di potongan2 ikan. Siapkan wajan untuk menggoreng tuangkan minyak goreng secukupnya dan tunggu sampe minyak panas. Setelah minyak panas goreng ikan sapu2 dengan api sedang. Gorenglah sampe agak kering, lalu angkat dari wajan, dan tiriskan.
Taruhlah di piring makan dan ikan sapu2 goreng siap disantap dengan nasi putih yang pulen. Hah, ternyata enak juga…padahal aku sempat emoh tadinya. Kata Bapak rasanya kayak daging di bagian buntut. Mungkin kalau di daerah yang minus bisa menjadi solusi nutrisi bagi kebutuhan protein anak2 yang dalam masa tumbuh kembang sehingga kemungkinan bisa menekan angka busung lapar atau kurang gizi. Tapi apa ikan sapu2 hidup di sana ya? Entahlah :(




Senin, 05 September 2011

ES KUWUT BANJARNEGARA

        
         Alhamdulillaah, suara adzan berkumandang di masjid seantero desa. Tanda berbuka puasa di hari terakhir Ramadhan 1432 H. Hari ini aku membuat es kuwut yang rasanya segar, pertama kali aku makan es kuwut ini pas dibeliin sama sepupuku yang sekolah di SMA 1 Banjarnegara. Coz penjualnya biasa mangkal di deket SMANSA Banjar, hihi... Niat banget ya sepupuku beli es kuwut padahal perjalanannya ke rumah sekitar setengah jam. Pulang sekolah dia bawain es kuwut yang rasanya unik itu… asli aku ga nyangka ternyata rasanya enak dengan rasa yang asam-manis-segar. Sebelumnya sepupuku itu suka cerewet nyritain perihal es kuwut yang bikin aku penasaran banget, suer. Dari namanya aja terdengar imut, unik, dan jadi pingin nyoba…hhh
         Minuman ini paling pas kalau disajikan setelah menyantap makanan yang mengandung kolesteol tinggi seperti opor ayam atau hidangan daging2an lainnya. yummy…slurp…segar. Ini dia bahan2 dan cara buatnya. Mudah dan siapapun bisa bikin, monggo dicobi:D

Bahan2 :
Melon
Blewah
Mentimun
Timun suri
Agar2 warna merah
Bahan untuk membuat simple sugar : Gula pasir secukupnya dan 1 buah jeruk nipis
Sirup rasa melon
Air matang
Es batu

Cara bikinnya :
Serut semua buah: melon, blewah, dan timun. Atau dipotong kotak2 seperti es buah juga bisa, sesuai selera masing2. Kemudian tempatkan di wadah. Didihkan air satu gelas bersama gula pasir dan setelah mendidih beri perasan jeruk nipis. Setelah gula agak kental baru diangkat. Ambil air dingin dan larutkan agar2 di panci kemudian rebuslah dengan api besar dan masak sampe mendidih. Tuang agar2 ke loyang datar dan tunggulah sampe dingin baru diiris2 bentuk dadu2 kecil.
Siapkan gelas dan masukkan buah yang sudah diserut, agar2, air minum matang, dan simple sugar yang diberi perasan jeruk nipis tadi. Tambahkan sirup melon dan es batu. Nah, Es Kuwut siap disantap.
Segarnya menghilangkan setelah menyantap makanan yang bersantan dan berkolesterol. Apalagi di siang hari bolong yang panas…Subhanalloh nikmatnya…:D
Kalau rasa jeruknya lebih suka yang tidak dimasak bareng gula pasir, maka perasan jeruk nipis ditambahkan di gelas saji masing2. Suka2 aja tergantung selera masing2 orang sich. Ingat! takarannya harus pas untuk mnghasilkan rasa yang unik. Kalau kebanyakan air jeruk nipis,  jadinya masam. Penasaran? So, try this recipe in your home the only special culinary from Banjarnegara.hehe…J

Terjadi di Adipasir, sepenggal kisah akhir Ramadhan 1432 H
Bersama lantunan takbir Idul Fitri