Jumat, 08 Februari 2019

Hilangnya Kemewahan Privasi


Tahun 2017 POLRI menangani tindak kejahatan siber sebanyak 5.061 kasus di medsos yang  tak cuma sekali terjadi.

Saat sedang asyik melihat beranda Facebook, perhatian Anda terhenti padas sebuah kiriman teman yang berisi kuis lucu-lucuan, “Siapakah artis yang mirip wajahmu?” karena teman Anda berhasil mirip dengan Chelsea Islan, maka Anda pun jadi penasaran dan mengikuti kuis tersebut. Kira-kira mirip dengan Nagita Slavina atau Nissa Sabyan, ya?

Begitu mengklik tautannya, Anda diharuskan menyinkronkan akun Facebook dengan aplikasi kuis tersebut. Alasannya nih, untuk keperluan menganalisis foto. Akan tetapi, tahukah Anda, ketika hal tersebut dilakukan, maka dengan segera seluruh data pribadi di akun Facebook Anda bisa diketahui dan diambil oleh orang-orang yang berada di belakang layar aplikasi kuis tersebut? Mereka dengan leluasa akan mengambil nama, foto, gender, dan biodata lain yang Anda cantumkan di akun Anda.

“Sebaiknya kita tidak masuk ke aplikasi pihak ketiga tersebut. Karena data-data yang kita berikan ke medsos juga akan diambil oleh aplikasi tersebut. Belum lagi kalau ada aplikasi pihak ketiga yang mengandung malware*, ini sebaiknya dihindari,” kata Pratama Persadha, Chairman lembaga riset keamanan siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC).

Memang banyak yang belum mengetahui keberadaan kejahatan siber seperti ini. Alasannya, sih cukup jelas, kesadaran akan keamanan para pengguna medsos ini, khususnya di Indonesia, masih terbilang rendah. Hal tersebut menyebabkan banyak orang yang masih memasang data pribadi di medsos dan menyinkronkan medsos dengan berbagai aplikasi. Padahal, dari dari data yang dirilis Facebook pada Juli 2017 lalu, diketahui jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapa 155 juta user, Indonesia pun menduduki peringkat ke-4 di dunia dengan pengguna Facebook paling aktif.

Beberapa kali kasus penculikan bahkan pemerkosaan di Indonesia terjadi karena perkenalan dengan orang asing di Facebook. Para pelaku dengan mudahnya mendapatkan data, informasi, lokasi, dan kegiatan sehari-hari korban dari akun Facebooknya. Hal-hal seperti ini jelas mempermudah orang-orang untuk melakukan profiling yang dilanjutkan dengan tindak kejahatan.
Selain itu, orang juga bisa dengan mudahnya mengakses data seseorang dari medsos, banyak akun-akun palsu yang mengatasnamakan seseorang. Lengkap dengan foto dan postingan sehari-hari. Tujuannya jelas, melakukan penipuan.

“Data dari Polri sendiri (memperlihatkan) penanganan tindak kejahatan siber sebanyak 5.061 kasus selama 2017, sedangkan pada 2016 mencaoai 4.931 kasus,” kata Pratama.
Privasi memang menjadi sebuah masalah tersendiri di era serba digital seperti sekarang ini. Dengan keberadaan media sosial, semua orang seperti berlomba-lomba  dalam memamerkan kegiatan atau apa saja yang mereka punya.

Pratama Persadha (chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC) mengatakan, pada Juni 2017, CISSReC melakukan penelitian kepada 400 responden di sembilan kota besar di Indonesia. Hampir semua responden mengunggah foto di media sosial mereka dan sebanyak 62% mengaku di media sosial mereka mengunggah foto pribadi dan keluarga. Tentu ini sangat berbahaya bila mereka tidak membatasi sejauh mana pertemanan di media sosial dengan orang asing.

“Ini pentingnya edukasi masyarakat. Masyarakat kita dihadapkan pada contoh banyaknya selebritas yang memposting foto dan video anaknya. Bayangkan orang yang tidak kita kenal punya niat jahat menculik anggota keluarga kita, salah satu pintu masuknya adalah foto yang kita upload di media sosial,” tandas Pratama.

Tanpa mereka sadari, memamerkan foto anak di medsos juga sebenarnya melanggar privasi anak. Walaupun orang tua selalu merasa memiliki hak atas anaknya, segala tindakan yang dilakukan oleh orang tua akan dipertanyakan oleh anak ketika mereka dewasa kelak. Belum tentu si anak mau atau bahkan bisa jadi malu bila foto masa kecilnya yang hanya memakai singlet dipamerkan di medsos.

Media sosial menciptakan pola komunikasi yang cepat. Ada efek positif dimana orang mulai bisa mendapatkan benefit secara ekonomi atau menjadi terkenal. Namun tidak bisa semuanya kita bagikan di medsos. Ada batasan yang harus disadari.

Sebenarnya tidak ada larangan apa saja yang harus dibagikan di medsos. Akan tetapi media sosial memiliki berbagai kebijakan tersendiri. Salah satunya adalah ketika seseorang mengunggah foto. Maka foto tersebut bebas digunakan oleh pihak lain. Banyak yang tidak mengetahui hal ini karena dari hasil riset yang dilakukan oleh CISSReC, 85% responden tidak mengetahui tentang regulasi yang mengatur perlindungan data pribadi.
“Di sana pentingnya edukasi. Apalagi jika posting foto anak. Perlu dibarengi dengan kewaspadaan. Memang tidak ada yang melarang mem-posting foto anak, masalahnya adalah apakah orang tua sudah siap dengan konsekuensinya?”

Konsekuensi yang terjadi, menurut Pratama, bisa berupa foto diambil untuk lalu disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Seperti kasus di tahun 2017 beberapa foto anak selebritas digunakan oleh akun penjual bayi. Belum lagi ancaman para penculik anak dan sebagainya.
“Perlu disadari ada hal-hal yang harus dilakukan sebelum memposting foto anggota keluarga maupun foto pribadi. Misalnya, apakah media sosial kita sudah diatur privasinya? Karena setiap medsos punya setting untuk membuat akun menjadi privat, yang artinya tidak semua orang bisa melihat.”
Masih mau pamer foto si kecil di medsos?

(*) Malicious Software adalah suatu program yang dirancang dengan tujuan untuk merusak dengan menyusup ke sistem komputer.

Sumber: Tabloid NOVA 1561/XXX 22- 28 Januari 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar