Rabu, 03 Agustus 2011

Antara Beth dan Koen

     Ini si Beth nama lengkapnya Bethina, oh bukan betina. Cara pelafalannya huruf ‘e’ dibaca seperti pada kata sate. Macam orang Batak bilang huruf ‘e.’ Tapi yang jelas dia memang kucing betina. Manis kan kucingku? Walaupun dia hanya seekor kucing kampung.

     Saat masih kecil, aku membawanya dari deket rumahnya Lik Warto. Dari seberang jalan depan rumah Likku. Waktu itu dia lagi meong2 manggil2 induknya. Ditinggal sama induknya di antara karung2 yang isinya entah apa, mungkin isinya padi. Dia sendirian deh, mungkin induknya lagi pindahan nyari tempat tinggal baru dan si Beth ini terlupakan oleh induknya. Karena tiba2 induknya amnesia (hehe). Kasihan...

     Langsung kucing kecil itu kutangkap dengan kedua tanganku dan kupegang erat2 biar ga lepas, dia masih semangat mengeong. Suara cemprengnya, dan tubuh mungilnya bergetar. Kemudian kubawa masuk ke rumah Pak Likku, terus akhirnya Desi sama Gowo (2 orang sepupuku) nganterin kucing itu ke rumahku naik motor. Itu udah adzan maghrib dan aku kebetulan ke tempat Likku naik sepeda ontel ibuku. Sepeda merek Phoenix warna hijau bikinan China. Perjalanannya ke rumah Likku sebentar mungkin ga sampe 5 menit jaraknya cuma satu kilometer. Aku ke rumah Pak Likku menjelang maghrib.

     Pas udah nyampe rumah aku ga tahu kucing kecil itu mesti kutaruh dimana, akhirnya kutaruh di kasurku saat tidur malem. Jadinya aku tidur sama anak kucing. Selimutin sekalian dah sama baju bekas biar ga kedinginan karena kamarku ini ventilasinya lebar banget. Kalau malem udaranya jadi sangat dingin, ventilasi ini letaknya di atas jendela lebar yang kira2 ukuran jendelanya 2,5 x 1,5 m. Aslinya kamarku tuh kamar keroyokan, bukan kamarku pribadi karena semua orang di keluargaku: ibu, embah, adik, Pak Lik (adik bungsu ibuku) biasa tidur di situ bergantian. Karena emang ga ada pintunya hanya disekat dengan lemari di sekelilingnya. Dan jalan masuk ke sana melalui “pintu” yang berupa tirai hijau. 

     Oke, lanjut ke cerita kucingku lagi. Waktu itu aku lagi bingung mikirin nama. Mau kukasih nama siapa anak kucing hasil mungut itu. Tapi sampe beberapa hari tidak jua kutemukan nama yang pas. Biarlah sambil jalan aja, nanti pasti bakal nemu nama juga. Sempet terpikir nama Qiyu dan aku sudah membiasakan memanggilnya dengan nama itu. Tapi setelah dipikir-pikir kayaknya nama itu kurang cocok buat kucing betina.
     
     Pas baru beberapa hari di rumahku, dia sangat suka main di depan jendela kaca rumah sebelah, rumah Lik Her. Kebetulan ada tawon yang terbang di dekatnya. Dikira mainan maka dengan asyiknya dia bikin mainan tuh tawonnya. Walhasil, disengatlah kaki kanan depan si Beth. Jadinya bengkak, gede banget. Bengkaknya kira2 dua kali ukuran kaki normalnya. Bayangkan, kucing sekecil itu menanggung rasa sakit yang mungkin tidak tertanggungkan gara2 sengatan tawon.
     
     Setelah kulihat kakinya, dia aku kasih madu di kaki yang bengkak itu. Asal aja sich sebenernya. Karena ga tau apa yang harus aku lakuin. Sebelum diolesi madu dia udah kuusap2 dengan kelopak bunga mawar pink yang saat itu lagi mekar2nya di halaman deket jemuran. Anehnya pada malam harinya, dengan kaki yang masih bengkak itu si Beth udah main tali rafia hitam. Tali rafia itu panjangnya kira2 20 senti, entah nemu dimana tuh tali rafia. Dia main di ruang tivi sambil kutemani, ngegemesin banget kelincahannya memainkan tali rafia. Aku menatapnya bingung kok bisa ya lagi bengkak gitu malah main, mana semangat banget. Mungkin itu cara dia mengatasi rasa sakit dengan melupakan rasa sakit. Pertahanan diri seekor kucing, pikirku.

     Beberapa hari kemudian kaki kucingku itu sembuh, seneng deh ngeliat dia sehat. Tadinya aku mikirnya dia akan mati gara2 tersengat tawon. Tapi ternyata daya tahan tubuh mungilnya kuat. Alhamdulillah, aku batal kehilangan kucing yang mulai kusayangi itu. 

     Pertama kali dateng kuberi makan susu cair, dan kucingku doyan. Oh iya, jadi inget kucing tetangga yang suka main ke rumah. Bulunya putih dominan dan ada campuran warna lain oranye, hitam, dan warna kelabu di beberapa bagian tubuhnya. Kucing itu seekor kucing betina, pada awalnya (hoho). Kami (aku, adikku, dan sepupu2ku) sempat memberinya nama “Koen,” sebuah kata dalam bahasa Jepang yang artinya taman. Kalau dalam bahasa Jawa (baca: kowen) kata itu artinya “selokan” hihi...jahil banget ya ngasih namanya asal. Ga tau deh dia dikasih nama siapa sama majikannya. Asli, kucing itu manis banget. Keren deh warna bulu dan struktur tubuhnya. Masuk kategori kucing ningrat piaraan orang2 kaya, hehe.

     Setiap hari si Koen dateng buat main bareng kucingku yang masih lebih kecil dibanding si Koen itu. Mungkin kucingku nganggap Koen adalah kakaknya. Kucingku dan Koen sama2 punya buntut panjang. Klop dah, untuk urusan sama2an buntut (hehe). Setiap kali dateng buat menemui kucingku Koen harus melalui perjuangan yang lumayan berat karena dia harus menyeberang jalan raya dengan resiko ketabrak kendaraan yang lewat. Benar2 pengorbanan yang sangat besar. Rumah majikan Koen adalah sebuah warung makan di samping SMP yang letaknya di seberang rumahku. Jadi, setiap kali main ke rumahku demi menemui kucingku Koen harus melalui jalur itu untuk sampai di seberang. Ga ada jalan lain selain jalur itu. Rutinitas itu dilakukannya sampe kucingku agak gedean dikit. Mungkin seumuran ABG ukuran kucing dan Koen udah sampe umur dewasa ukuran kucing juga.

     Penampilan Koen hampir selalu wangi karena Bu Yuli majikannya, sering memandikannya dengan shampo yang wanginya awet. Sepupuku jadi suka banget mengacak-acak bulu si Koen. Sampe suatu hari, terjadi perubahan pada fisik Koen, terdapat gumpalan (tonjolan daging tepatnya) di anatomi tubuh belakangnya. Apa itu? Ohh, ternyata eh ternyata dia berubah jadi “kucing jantan.” Sungguh ajaib karena selama ini kami mengira dia betina tulen. Terlalu rumit untuk dipahami, kok bisa ya? 

     Kalau dia manusia mungkin pengidap Klein Felter yang DNA-nya berubah jadi jenis kelamin kebalikannya. Kasihan Koen. Dilihat dari penampilannya yang feminin semua tahu kalau Koen itu seekor kucing betina. Beneran loh, salah satu keajaiban dalam dunia kucing terjadi di depanku. Makanya aku ga nyangka dengan perubahannya itu. Mungkin Allah sedang menunjukkan Kemahakuasaan-Nya dalam penciptaan makhluk-Nya dan kami dipilih untuk menyaksikan semua itu melalui peristiwa yang terhampar di hadapan kami.

     Bahwa Allah Maha Berkehendak, apapun yang Dia kehendaki terjadi maka terjadilah. Aku jadi tercenung merasa sangat nano, hanya setitik debu di belantara jagad raya ini. Ya Alloh, betapa Maha Besarnya Kekuasaan-Mu…

     Akibat kejadian itu, maka sepupu2ku sering manggil kucingku Beth yang nama panjangnya jadi “Bethina” (cara ngucapinnya pinjem lidah orang Batak dulu ya, hehe). Mungkin buat ngebedain sama Koen bahwa kucingku itu betul2 betina beneran. Nama yang aneh, gokil. Tidak terduga bakal dikasih nama kayak gitu. Aku sayang banget sama kucingku yang akhirnya punya nama Bethina.

     Beberapa bulan Beth di rumahku badannya udah tumbuh jadi lebih gede, aku punya kebiasaan aneh dalam memperlakukannya. Apa itu? Ya, aku suka banget adu jidat sama Beth. Caranya jidatku dan Beth dijedukkan, ga tau kepala Beth sakit atau ga. Tapi aku sering adu jidat model begitu. Nah itulah yang bikin aku ga habis pikir, ga ada angin ga ada hujan. Pagi2 saat aku masih tidur Beth berdiri di atas tubuhku dengan keempat kaki menapak di area sekitar dada sampe perut (aku tidur telentang waktu itu, biasanya ga). Dan dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tanpa tahu apa2 kurasakan basah2 di bibirku. Oh ternyata Beth berhasil mengendus-endus bibirku dan menempelkannya sekalian hidungnya yang basah itu di bibirku. Huek, Beth jorok. Kontan aku bangun sambil misuh2. 

     Berdasarkan laporan dari saudaraku Beth memperlakukan orang yang lagi tidur kayak gitu juga ke siapapun di rumah: adikku, sepupu2ku, termasuk aku juga. Aneh. Adu jidat yang berakhir mengenaskan. Ga apa2 sich sebenernya, tapi ya itu Beth kan kucing (bukan suamiku, hehe) dan aku takut ada toksoplasma di bagian hidung dan mulutnya yang basah itu dan nular ke aku. Hiii

     Aku tidak bisa terus bersama Beth di rumah, aku harus lanjut kuliah di Solo. Maka kutinggalkan Beth diurus adikku dan sepupu2ku yang semuanya suka kucing. Beberapa bulan kemudian Beth bunting, aku masih semester matrikulasi di jurusan Manajemen. Semester percobaan untuk bisa lanjut ke semester berikutnya dengan syarat nilainya harus bagus dan ga ada nilai D. Kalau ternyata ada D di transkrip berarti DO dan tidak bisa melanjutkan studi di prodi Manajemen. Oke, kembali ke kisah Beth lagi. Dari kabar dan telfon2an dengan adikku dan sepupu2ku Beth ternyata kawinnya ga sama Koen tapi ga tau sama pejantan yang mana. Duh, kukira bakal jadian sama Koen karena dari kecil kan Beth udah main bareng tiap hari sama Koen. Tapi ya begitulah pilihan Beth, aku jadi mikir dan bertanya-tanya apa kucing juga punya pilihan hidup ya? Maksudnya kebebasan dalam menentukan “jodohnya” Hhhh

     Memang ga ada hubungan apa2 antara si Beth dan si Koen. Hanya sebatas pertemanan antar kucing. Karena mereka ga jadi pasangan dan punya anak. Setelah Beth kawin sama kucing lain, si Koen udah ga pernah muncul nemuin Beth. Mungkin dia patah hati ditinggal kawin sama Beth.
                                                                                   ***

Beth Junior



     Kalau ini salah satu anggota BJ (Beth Junior), anak Beth. Satu2nya anak Beth yang berjenis kelamin betina. Kembarannya yang lain jantan semua. Aku belum sempet ngasih nama sama cucu2ku (hmm). Tua banget sich aku tiba2 jadi mbah anaknya Beth. Umurnya baru 1 bulan pas kufoto, kupingnya udah berdiri (daun telinganya) kalau umurnya kurang dari sebulan biasanya kupingnya masih kuncup. Beth ngelahirin 4 ekor anak kucing. 3 ekor mirip2 Beth bulunya dan yang 1 ekor lagi warnanya item-putih. Kayaknya Beth selingkuh deh, heh kok aku punya kucing ga setia sama pasangan? Pertanda apakah ini???… 

     Begitu tahu ada 1 anaknya yang beda bulunya, Beth membawa tuh anaknya pergi entah kemana dan pulang2 Beth malah celingukan. Seperti sedang mencari sesuatu. Mungkin dia lupa naruh dimana anaknya yang bulunya item-putih itu. Sampai berhari-hari anak Beth yang item-putih itu ga kelihatan juga, mungkin Beth bener2 membuangnya. Kejam juga ternyata si Beth.

     Saat menyusui anak bagi Beth telah mengubah segalanya (aih..) dari Beth yang sebelumnya suka banget bersih2, sampe berjam-jam kalau lagi ngebersihin bulunya. Begitu udah ngelahirin penampilannya jadi keliatan sangat lepek bulu2nya. Pokoknya bukan seperti Beth yang biasanya. Bulunya jadi lengket2 ke kulitnya dan Beth keliatan tambah kurus. Pengorbanan jadi seekor ibu kucing, ya begitulah hidup…hehe

     Kira2 umur anak2 Beth masih 1 bulan lebih ketika tragedi itu terjadi (jadi sedih:( ..). Suatu ketika Beth membawa seekor tikus yang ditemukannya di rumah atau di kebun tetangga. Tikus yang udah mati, bukan yang masih seger hasil nangkep sendiri. Maka dibawalah tuh bangkai tikus ke rumah. Niatnya mungkin mau buat ngasih makan anak2nya. Tapi, beberapa saat setelah mereka berpesta menggigit-gigit tikus itu semuanya terserang penyakit aneh. Gejala awalnya lemes2, ini kuketahui dari laporan adikku dan sepupu2ku. Untuk beberapa hari mereka masih lemes2 dan muntah2. 

     Rupanya semua kucingku (Beth dan anaknya) keracunan. Gara2 tikus itu ternyata emang tikus yang mati diracun. Dan semua kucing di rumah selain Beth dan anak2nya juga keracunan. Ada si Engh (kucingnya adikku) dan si Sruntul (kucingnya Indah, sepupuku) semuanya tewas mengenaskan. Tragis banget akhir hidup semua kucingku itu. Beth malah ga ditemukan bangkainya entah mati dimana. Jadi, adikku dan sepupuku yang di rumah karena aku kuliah di Solo ga bisa nguburin jasad Beth. Total kucing yang mati di rumah ada 6 ekor. Beth dan 3 anaknya, si Engh, dan si Sruntul.

     Sampe sekarang kalau aku kangen sama Beth, tanpa sadar aku memanggil namanya. Seperti refleks, spontan, dan ga tau kenapa aku masih juga manggil Beth. Kadang2.
                                                                                  ***

“Untuk Beth : maafin aku ya kalau mungkin aku pernah mendzalimimu (pasti pernah). Sekarang kau di alam sana ga akan pernah kelaparan dan kehausan lagi. Ga seperti ketika kau bersamaku di sini. Terima kasih atas semua keceriaan yang telah kau bagi bersamaku. Kau seekor kucing betina yang manis. Mungkinkah kita bertemu lagi, Beth? Akankah Alloh mempertemukan kita lagi di sana??”

Pagi yang segar di Samuri, Ngoresan
2 Ramadhan 1432 H / 2 Agustus 2011 M, 06:32 WIB

NB : Setrilyun terima kasih buat adikku dan sepupu2ku yang udah ngerawat Beth ketika aku tidak bisa merawatnya karena terpaut jarak.


Si Srunthul
Si Engh
                                                                                               

3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum mba nur gmn kbrnya?... usoel : bikin memoar Beth mba, sepertinya bagus

    BalasHapus
  2. assalamualaikum, kunjungan balik dan salam kenal. menarik bnget ngebahas tentang beth dan koen.. aku juga suka kucing.. soal tokso, agak takut juga..apa iya ya cairan yang dihidungnya itu mengandung tokso? agak takut juga..tapi kalo kucing2 saya di"buang" gak mungkin tega juga.. :( gimana ya, kucing2 itu walaupun bukan kucing mahal tapi mereka telah memberi warna tersendiri di rumah.. masih penasarn sama tokso :(

    BalasHapus
  3. wa'alaykum salam wr wb.

    @mba nunik: makasih mba nunik atas komennya dan kunjungannya:) masih amatir banget nih mba bikin blognya, hehe...
    klo menurutku sich kenapa tokso bisa ada di mulut dan hidung kucing karena biasanya kucing suka menjilati bagian anusnya sendiri yang "dicurigai" di sana asal menyebarnya toksoplasma yaitu melalui kotorannya. demikian sekilas infonya...

    @de' yani: kamu aja yang bikin de'...itung2 latihan nulis.

    BalasHapus