- Menulis adalah mengikat jejak pemahaman. Akal kita sebagai kurniaNya, begitu agung dayanya menampung sedemikian banyak data-data.
- Tapi kita kadang kesulitan memanggil apa yang telah tersimpan lama; ilmu dahulu itu berkeliaran dan bersembunyi di jalur rumit otak.
- Maka menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka khazanah akal; sekata tuk sealinea, sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk sekitab.
- Demikianlah kita fahami kalimat indah Asy Syafi'i; ilmu adalah binatang buruan, dan pena yang menuliskan adalah tali pengikatnya.
- Menulis juga jalan merekam jejak pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah ilmu dan dikaruniai pengertian; adakah kemajuan?
- Itu bisa kita tahu jika kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat perkembangannya hari demi hari, bulan demi bulan.
- Jika tulisan kita 3 bulan lalu telah bisa kita tertawai; maka terbaca adanya kemajuan. Jika masih terkagum juga; itu menyedihkan.
- Lebih lanjut; menulis adalah mengujikan pemahaman kepada khalayak; yang dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan dan penilaian.
- Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar dan sarasehan; tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan.
- Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang meluruskan kebengkokan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan.
- Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas tambahan pengertian; kian bening, kian luas, kian dalam, kian tajam.
- Agungnya lagi; sang penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas waktu dan ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak.
- Adagium Latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta Manent. Yang terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi
- Tapi bagi kita, makna keabadian karya bukan hanya soal masyhurnya nama; ia tentang pewarisan nilai; kemaslahatan atau kerusakan.
- Andaikan benar bahwa Il Principe yang dipersembahkan Niccolo Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran..
- ..seperti terisyu tentang Napoleon, Hitler, dan Stalin; akankah dia bertanggungjawab atas berbagai kezhaliman nan terilham bukunya?
- Sebab bukan hanya pahala yang bersifat 'jariyah'; melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi penulis adalah pertaruhan.
- Mungkin tak separah Il Principe; tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang menjadi keburukan berrantai-rantai.
- Dan bahagialah bakda pengingat; huruf bisa menjelma dzarrah kebajikan; percikan ilhamnya tak putus mencahaya sampai kiamat tiba.
- Lalu terkejutlah para penulis kebenaran, kelak ketika catatan amal diserahkan, "Ya Rabbi, bagaimana bisa pahalaku sebanyak ini?"
- Moga kelak dijawabNya, "Ya, amalmu sedikit, dosamu berbukit; tapi inilah pahala tak putus dari ilham kebajikan nan kau tebarkan."
- Tulisan sahih dan mushlih; jadi jaring yang melintas segala batas; menjerat pahala orang terilham tanpa mengurangi si bersangkutan.
- Menulis juga bagian dari tugas iman; sebab makhluq pertama ialah pena, ilmu pertama ialah bahasa, dan ayat pertama berbunyi "Baca!"
- Tersebut di HR Ahmad dan ditegaskan Ibn Taimiyah dalam Fatawa, "Makhluq pertama yang diciptaNya ialah pena, lalu Dia berfirman...
- .."Tulislah!" Tanya Pena; "Apa yang kutulis, Rabbi?" Kata Allah; "Tulis segala ketentuan yang Kutakdirkan bagi semua makhluqKu."
- Adapun ilmu yang diajarkan pada Adam dan membuatnya unggul atas malaikat nan lalu bersujud adalah bahasa; kosa kata. (QS 2: 31)
- Dan "Baca!"; wahyu pertama. Bangsa Arab nan mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis-baca, Sebab...
- ..menulis -kata mereka- ialah alat bantu bagi yang hafalannya di bawah rata-rata, tiba-tiba meloncat ke ufuk, jadi guru semesta.
- Muhammad hadir bukan dengan mu'jizat yang membelalakkan; dia datang dengan kata-kata yang menukik-menghunjam, disebut 'Bacaan'.
- Maka Islam menjelma peradaban Ilmiah, dengan pena sebagai pilarnya; wawasan tertebar mengantar kemaslahatan ke seantero bumi.
- Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita; sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia dan mengubah dunia.
- Bagaimana sebuah tulisan bisa mengilhami; tak tersia, tak jadi tragika, dan tak menjatuhkan penulisnya dalam gelimang kemalangan?
- Tiga Kekuatan Menulis
- Saya mencermati setidaknya ada 3 kekuatan yang harus dimiliki seorang penulis menggugah; Daya Ketuk, Daya Isi, dan Daya Memahamkan.
- Daya Ketuk
- Daya Ketuk ini paling berat dibahas; yang mericau ini pun masih jauh & terus belajar. Ia masalah hati; terkait niat & keikhlasan.
- Pertama, marilah jawab ini: 1) Mengapa saya harus menulis? 2) Mengapa ia harus ditulis? 3) Mengapa harus saya yang menuliskannya?
- Seberapa kuat makna jawaban kita atas ke-3 tanya ini, menentukan seberapa besar daya tahan kita melewati aneka tantangan menulis.
- Alasan kuat tentang diri, tema, dan akibat dunia-akhirat jika tak ditulis; akan menggairahkan, menggerakkan, membakar, menekunkan.
- Keterlibatan hati dan jiwa dengan niat menyala itulah yang mengantarkan tulisan ke hati pembaca; mengetuk, menyentuh, menggerakkan.
- Tetapi; tak cukup hanya hati bergairah dan semangat menyala saja jika yang kita kehendaki adalah keinsyafan suci di hati pembaca.
- Menulis memerlukan kata yang agung dan berat itu; IKHLAS. Kemurnian. Harap dan takut hanya padaNya. Cinta kebenaran di atas segala.
- Allah gambarkan keikhlasan sejati bagai susu; terancam kotoran dan darah, tapi terupayakan; murni, bergizi, memberi tenaga suci...
- ...dan mudah diasup, nyaman ditelan, lancar dicerna oleh peminum-peminumnya, menjadi daya untuk bertaat dan bertaqwa (QS 16:66).
- Maka menjadi penulis yang ikhlas sungguh payah dan tak mudah, ada goda kotoran dan darah, kekayaan dan kemasyhuran, riya' dan sum'ah.
- Jika ia berhasil dilampaui; jadilah tulisan, ucapan dan perbuatan sang penulis bergizi, memberi arti, mudah dicerna jadi amal suci.
- Sebaliknya; penulis tak ikhlas itu; tulisannya bagai susu dicampur kotoran dan darah, racun dan limbah; lalu disajikan pada pembaca.
- Ya Rabbi; ampuni bengkoknya niat di hati, ampuni bocornya syahwat itu dan ini, di tiap kali kami gerakkan jemari menulis dan berbagi.
- Sebab susu tak murni, tulisan tak ikhlas, memungkinkan 2 hal: a) pembaca muak, mual, dan muntah bahkan saat baru mengamati awalnya.
- ...Atau lebih parah: b) pembaca begitu rakus melahap tulisan kita; tapi yang tumbuh di tubuhnya justru penyakit-penyakit berbahaya.
- Menulis berkeikhlasan, menabur benih kemurnian; agar Allah tumbuhkan di hati pembaca pohon ketaqwaan. Itulah daya ketuk sejati.
- Daya sentuh, daya ketuk, daya sapa di hati pembaca; bukan didapat dari wudhu' dan shalat yang dilakukan semata niat menoreh kata..
- ...Ia ada ketika kegiatan menghubungkan diri dengan Dzat Maha Perkasa, semuanya, bukan rekayasa, tapi telah menyatu dengan jiwa..
- ...lalu menulis itu sekedar satu dari berbagai pancaran cahaya
- yang kemilau dari jiwanya; menggenapi semua keshalihan nan mengemuka.
- Daya Isi
- Setelah Daya Ketuk, penulis harus ber-Daya Isi. Mengetuk tanpa mengisi membuat pembaca ternganga, tapi lalu bingung berbuat apa.
- Daya Ketuk membuat pembaca terinsyaf dan tergugah; tapi jika isi yang kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru.
- Daya Isi adalah soal ilmu. Mahfuzhat Arab itu sungguh benar; "Fakidusy Syai', Laa Yu'thi: yang tak punya, takkan bisa memberi."
- Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu dan berbagi; membaca ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti.
- Ia menyimak apa yang difirmankan Tuhannya, mencermati yang memancar dari hidup RasulNya; dan membawakan makna ke alam tinggalnya.
- Dia fahami ilmu tanpa mendikotomi; tapi tetap tahu di mana menempatkan yang mutlak terhadap yang nisbi; mencerahkan akal dan hati.
- Penulis sejati memiliki rujukan yang kuat, tetapi bukan tukang kutip. Segala yang disajikan telah melalui proses internalisasi.
- Penulis sejati kokoh berdalil bukan hanya atas yang tampak pada teks; tapi disertai kefahaman latar belakang dan kedalaman tafsir.
- Dengan proses internalisasi; semua data dan telaah yang disajikan jadi matang dan lezat dikunyah; pembacanya mengasup ramuan bergizi.
- Sebab konon 'tak ada yang baru di bawah matahari'; tugas penulis sebenarnya memang cuma meramu hal-hal lama agar segar kembali.
- Atau mengungkap hal-hal yang sudah ada, tapi belum luas dikenali.
- Diperlukan ketekunan untuk melihat satu masalah dari banyak sisi.
- Atau mengingatkan kembali hal-hal yang sesungguhnya telah luas difahami; agar jiwa-jiwa yang baik tergerak kuat untuk bertindak.
- Maka dia suka menghubungkan titik temu aneka ilmu dengan pemaknaan segar dan baru, dengan tetap berpegang kaidah sahih dan tertentu.
- Dia hubungkan makna nan kaya; fikih dan tarikh; dalil dan kisah; teks dan konteks; fakta dan sastra; penelitian ilmiah dan sisi insaniyah.
- Dia menularkan jalan ilmu untuk tak henti menggali; tulisannya tak membuat orang mengangguk berdiam diri; tapi kian haus mencari.
- Ia bawakan pemaknaan penuh warna; beda bagi masing-masing pembaca; beda bagi pembaca sama di saat lainnya. Membaru, mengilhami selalu.
- Maka karyanya melahirkan karya; syarah dan penjelasan, catatan tepi dan catatan kaki, juga sisi lain pembahasan, dan bahkan bantahan.
- Daya Memahamkan
- Seorang penulis menggugah memulai Daya Memahamkan-nya dengan satu pengakuan jujur; dia bukanlah yang terpandai di antara manusia.
- Sang penulis sejati juga memahami; banyak di antara pembacanya yang jauh lebih berilmu dan berwawasan dibandingkan dirinya sendiri.
- Maka dalam hati, dia mencegah munculnya rasa lebih dibanding pembaca: "Aku tahu. Kamu tidak tahu. Maka bacalah agar kuberitahu."
- Setiap tulisan dan buku yang disusun dengan sikap jiwa penulis "Aku tahu! Kamu tak tahu!" pasti berat dan membuat penat saat dibaca.
- Kadang senioritas atau lebih tingginya jenjang pendidikan tak tersengaja lahirkan sikap jiwa itu. Sang penulis merasa lebih tahu.
- Sikap jiwa kepenulisan harus diubah; dari "Aku tahu! Kamu tak tahu!" menjadi suatu rasa nan lebih adil, haus ilmu, dan rendah hati.
- Penulis sejati ukirkan semboyan, "Hanya sedikit ini yang kutahu, kutulis ia untukmu, maka berbagilah denganku apa yang kau tahu."
- Penulis sejati sama sekali tak berniat mengajari. Dia cumaberbagi; menunjukkan kebodohannya pada pembaca agar mereka mengoreksi.
- Penulis sejati berhasrat tuk diluruskan kebengkokannya, ditunjukkan kelirunya, diluaskan pemahamannya, dilengkapi kekurangannya.
- Penulis sejati jadikan dirinya seakan murid yang mengajukan hasil karangan pada guru; berribu pembaca menjelma guru berjuta ilmu.
- Inilah yang jadikan tulisan akrab dan lezat disantap; pertama-tama sebab penulisnya adil menilai pembaca, haus ilmu, dan rendah hati.
- Pada sikap sebaliknya, kita akan menemukan tulisan yang berribu kali membuat berkerut dahi, tapi pembacanya tak kunjung memahami.
- Lebih parahnya; keinginan untuk tampil lebih pandai dan tampak berilmu di mata pembaca sering membuat akal macet dan jemari terhenti.
- Jika lolos tertulis; ianya jadi kegenitan intelektual; inginnya dianggap cerdas dengan banyak istilah yang justru membuat mual.
- Kesantunan Allah jadi pelajaran buat kita. RasulNya menegaskan surga itu tak terbayangkan. Tapi dalam firmanNya, Dia menjelaskan.
- Dia gambarkan surga dalam paparan yang mudah dicerna akal manusia; taman hijau, sungai mengalir, naungan rindang, buahan dekat..
- ..duduk bertelekan di atas dipan, dipakaikan sutra halus & tebal, pelayan hilir mudik siap sedia, bidadari cantik bermata jeli..
- Allah Maha Tahu, tak bersombong dengan ilmu; Dia kenalkan diriNya bukan sebagai Ilah awal-awal, melainkan Rabb nan lebih dikenal.
- Penulis sejati hayati pesan Nabi; bicaralah pada kaum sesuai kadar pemahamannya, bicaralah dengan bahasa yang dimengerti mereka.
- Penulis sejati mengerti; dalam keterbatasan ilmu nan dimiliki, tugasnya menyederhanakan yang pelik, bukan merumitkan yang sahaja.
- Itupun tidak dalam rangka mengajari; tapi berbagi. Dia haus tuk menjala umpan balik dari pembaca; kritik, koreksi, dan tambah data.
- Penulis sejati juga tahu; yang paling berhak mengamalkan isi anggitannya adalah dirinya sendiri. Daya Memahamkan berhulu di sini.
- Sebab seringkali kegagalan penulis memahamkan pembaca disebabkan diapun tak memahami apa yang ditulisnya itu dalam amal nyata.
- Begitulah Daya Memahamkan; dimulai dengan sikap jiwa yang adil, haus ilmu, dan rendah hati terhadap pembaca kita, lalu dikuatkan..
- ..dengan tekad bulat tuk menjadi orang pertama nan mengamalkan tulisan, dan berbagi pada pembaca dengan hangat, akrab, penuh cinta.
- Kali ini, tercukup sekian ya Shalih(in+at) bincang #Write. Maafkan tak melangkah ke hal teknis, sebab banyak nan lebih ahli tentangnya:)
- Kita lalu tahu; menulis bukanlah profesi tunggal dan mandiri. Ia lekat pada kesejatian hidup sang mukmin; tebar cahaya pada dunia.
- Maka menulis hanya salah satu konsekuensi sekaligus sarana bagi si mukmin tuk menguatkan iman, 'amal shalih, dan saling menasehati.
- Jika ada 'amal lain yang lebih kuat dampaknya dalam ketiga perkara itu; maka kita tak boleh ragu: tinggalkan menulis menujunya.
Dari : Kultwit Salim A Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar